JAKARTA – PT Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi, membukukan laba bersih Rp 2,02 triliun pada 2016, tidak jauh berbeda dengan raihan 2015 sebesar Rp 2,04 triliun. Terjaganya laba bersih ditopang raihan pendapatan sebesar Rp14,06 triliun, naik dibanding 2015 yang tercatat Rp.13,85 triliun. Serta didukung langkah-langkah efisiensi yang dilakukan.

Kenaikan pendapatan terutama ditopang kenaikan volume penjualan batubara sebesar 9 persen menjadi 20,7 juta ton sepanjang tahun lalu dibanding 2015 sebesar 19,1 juta ton. Kenaikan volume penjualan berhasi mengkompensasi rata-rata harga batubara Bukit Asam yang lebih rendah 4,4 persen menjadi Rp.676,013 per ton, dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp707.052 per ton.

Arviyan Arifin, Direktur Utama Bukit Asam, mengatakan kenaikan volume penjualan batubara pada 2016 ditopang peningkatan produksi dan angkutan kereta api batu bara. Produksi dan angkutan batu bara perseroan naik 12 persen dari 15,8 juta ton pada 2015 menjadi 17,7 juta ton. Pasar domestik masih dominan menyerap batu bara perseroan. Penjualan untuk pasar domestik pada 2016 mencapai 12,3 juta ton atau setara dengan 59 persen, naik 22 persen dibanding 2015 sebesar 10,1 juta ton.

Untuk pasar ekspor 2016, Bukit Asammenjual 8,5 juta ton atau 41 persen dari total penjualan. Pasar ekspor pun terlihat tumbuh, bahkan dibanding tahun sebelumnya terjadi kenaikan hingga 94 persen.

“Jika dilihat sebenarnya harga batu bara secara keseluruhan pada 2016 belum bisa dikatakan baik, bahkan harga tertimbang batu bara Bukit Asam lebih rendah dibanding 2015. Namun karena berbagai upaya efisiensi yang dilakukan, tahun 2016 perusahaan masih berhasil membukukan kinerja positif,” kata Arviyan.

Achmad Sudarto, Direktur Keuangan Bukit Asam, menambahkan pencapaian kinerja keuangan perseroan didukung dari sisi operasional penambangan pada supplay chain system dengan melakukan langkah efisiensi terus menerus di semua lini.

“Diantaranya, optimasi sistem penambangan dengan pengendalian stripping ratio (SR), jarak angkut di lokasi tambang, dan optimasi perencanaan tambang,” kata Achmad.

Menurut Arviyan, dengan situasi pasar komoditi yang masih volatile, perseroan akan tetap mempertahankan efisiensi. Bisnis komoditi memang demikian tetapi saat ini perubahannya lebih cepat bisa hitungan bulan sudah berubah.

“Kalau dulu biasanya du tahun atau bahkan tiga tahun. Oleh karenanya perusahaan akan tetap melakukan efisiensi,” tandasnya.(ES/RA)