JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya dan Mineral (ESDM) menjalin kerja sama dengan pemerintah Denmark untuk meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan. Pada tahap awal bentuk kerja sama terkait kajian untuk mengoptimalkan pemanfaatan EBT dengan pembangkit yang ada dan sudah terbangun.

Ignasius Jonan, Menteri ESDM, mengatakan meskipun baru berupa studi eksekusi dari kerja sama secara real harus terus didorong dan diimplementasikan. Indonesia harus bisa belajar dari Denmark yang saat ini 40% kapasitas energinya dipenuhi dari EBT. Pemerintah juga tidak akan mempersulit investor yang ingin mengembangkan EBT.

“Kalau sudah ada kapasitas (pembangkit), lokasi dan tarif listrik silahkan pilih partner, bisa juga dengan partner lokal. Jadi kerja sama ini tidak hanya milestone, big picture harus dibuat simple,” kata Jonan disela acara penandatanganan kerja sama dengan Pemerintah Denmark di Jakarta, Rabu (29/11).

Jonan mengakui harga EBT saat ini terbilang masih tinggi, namun demikian harga tersebut akan terus menurun. Bahkan pasti lebih murah dari energi fosil, seperti minyak ataupun gas. Pembangkit listirk tenaga bayu (angin) misalnya, jika onshore wind power di sana itu tarifnya dibawah US$ 4 sen per kwh, sementara offshore itu dibawah US$ 6 sen.

“Saya punya keyakinan tarif EBT tidak hanya bisa berkompetisi dengan energi fosil tapi bisa lebih murah atau kompetitif,” kata dia.

H.E. Lars Lokke Rasmussen, Perdana Menteri Denmark, mengatakan pemerintah dan industri pembangkit di Indonesia bisa memanfaatkan kemampuan industri EBT Denmark yang menjadi salah satu terdepan di Eropa dalam pengelolaan energi yang ramah lingkungan.
Menurut Rasmussen, setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo, terlihat komitmen Indonesia sebagai salah satu calon negara besar yang memiliki potensi besar terhadap energi ramah lingkungan. Untuk itu melalui kerja sama dengan Denmark diharapkan ada perbaikan terhadap upaya perkembangan EBT di Indonesia.

“Silahkan, kami share dari sisi teknologi, regulasi untuk bisa membuat harga tarif EBT bisa lebih kompetitif seperti yang dinginkan pemerintah Indonesia,” kata dia.

Syofvi Felienty Roekman, Direktur Perencanaan Korporat PT PLN (Persero), mengungkapkan sejauh ini kerja sama yang ditawarkan Denmark baru sebatas kajian dan studi, belum ada implementasi dalam kerja sama proyek. “Mereka tawarkan teknologi, pengetahuan itu dulu yang kami tindak lanjuti,” kata dia.

Syofvi berharap melalui kerja sama dengan Denmark bisa ditemukan solusi terhadap tingginya tarif EBT yang selama ini menjadi ganjalan pengembangan dan pemanfaatan di tanah air. Apalagi Denmark dalam pengelolaan EBT bisa menghasilkan tarif EBT yang rendah.
Namun dia mengingatkan ada beberapa kondisi yang berbeda antara di luar negeri dan Indonesia, misalnya saja masalah pengadaan lahan, kebijakan fiskal dan interest. “Memang murah di sana (Denmark) tapi kan pasti ada requestnya seperti tanah gratis pendanaan murah, lalu kalau EBT beberapa pajak mereka kan free,” tandas Syofvi(RI)
.