JAKARTA– PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), emiten pertambangan batubara di bawah kelompok usaha Sinarmas, mencatatkan penurunan hingga 53,27% laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemegang saham sepanjang 2016 menjadi US$ 82,7 juta atau sekitar Rp 1,1 triliun (kurs Rp 13.500) dibandingkan periode sama 2015 sebesar US$ 177 juta atau sekitar Rp 2,38 triliun.

Penurunan laba bersih dipicu oleh kenaikan beban bunga dan keuangan lainnya perseroan dari US$33,9 juta menjadi US$46,46 juta serta beban pajak yang meningkat dari US$ 9,2 juta menjadi US$32,8 juta.

Selain itu, pendapatan usaha Dian Swastatika sepanjang 2016 juga turun menjadi US$ 712 juta dibangingkan 2015 sebesar US$ 780 juta pada 2015. Padahal, perseroan berhasil menurunkan beban pokok penjualan (COGS) menjadi US$ 424 juta dari US$ 441,9 juta.

Di sisi lain, Dian Swastatika juga mencatatkan total utang yang naik dari US$ 880 juta menjadi US$ 949 juta. Namun, perusahaan berhasil menurunkan utang jangka pendek menjadi US$ 241 juta dari sebelumnya US$ 263 jut. Sementara utang jangka panjang naik dari US$ 616 juta menjadi US$ 708 juta.

Adapun total aset Dian Swastatika tercatat US$ 2,23 miliar, naik dari US$ 1,9 miliar. Aset lancar naik dari US$ 407 juta menjadi US$ 421 juta. Aset tidak lancar naik dari US$ 1,59 miliar menjadi US$ 1,8 miliar.

Tahun ini, Dian Swastatika menargetkan peningkatan kinerja. Untuk itu, perseroan menganggarkan belanja modal atau capital expenditure sebesar US$ 150 juta, naik 50% dibandingkan tahun lalu US$ 100 juta. Hermawan Tarjono, Direktur Dian Swastatika, mengatakan dana belanja modal tahun ini paling besar akan dipergunakan untuk pengembangan bisnis energy khususnya pembangkit listrik milik perusahaan. Selain itu, dana juga akan digunakan untuk bisnis perusahaan yang lainnya.

Sumber pendanaan capex akan berasal dari kas internal dan pinjaman perbankan. Porsinya, sekitar 70% pinjaman perbankan dan 30% dari kas internal perusahaan.

Dian Swastatika saat ini menggarap tiga proyek pembangkit listrik yakni, IPP PLTU Sumsel-5 dengan investasi US$ 400 juta , IPP Kalteng-1 dengan investasi US$ 337 juta berkapasitas 2×100 MW dan IPP PLTU Kendari-3 dengan investasi US$ 200 juta berkapasitas 2×50 MW.

Perseroan menargetkan kontribusi pendapatan dari bisnis pembangkit listrik akan terus diperbesar. Saat ini, kontribusi dari bisnis pembangkit listrik milik perusahaan masih belum besar. Adapun pendapatan perusahaan hingga 70% disumbang dari bisnis batu bara. Hermawan kurun waktu lima tahun ke depan atau pada periode 2019-2020 , bisnis pembangkit tenaga listrik akan berkontribusi sebesar 25% terhadap total pendapatan perusahaan.

”Ke depan kami akan lebih fokus ke listrik dengan terus menjajaki proyek-proyek baru dengan PLN yang proyeknya bisa bersinergi dengan batubara,” ujarnya. (DR)