JAKARTA – Upaya pemerintah yang terus mendorong penggunaan motor listrik terus menemui hambatan cukup terjal. Selain biayanya yang masih tinggi ternyata kualitas baterai yang menjadi komponen utama motor listrik.

Fadli Rahman, Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Pertamina New and Renewable Energy (NRE), menyatakan baterai – baterai yang beredar sekarang adalah buatan China dengan lifetime (umur) hanya sekitar satu tahun.

“Kita dijanjikan 3-4 tahun, ini 1 tahun sudah banyak yang rusak,” kata Fadli dalam peluncuran white paper electric vehicle by Deloitte Indonesia dan Faundry, Selasa (12/9).

Untuk itu Pertamina melalui perusahaan patungan dengan PLN, Antam dan Inalum yaitu Indonesia Battery Corporation (IBC) kini tengah menggarap proyek pembangunan pabrik baterai yang bekerja sama dengan Contemporary Amperex Technology Co Limited (CATL).

Salah satu masalah yang timbul dengan pendeknya umur baterai adalah limbah yang dihasilkan. Menurut Fadli baterai yang beredar sekarang rata-rata alami kerusakan beberapa komponen dibagian dalam. IBC nantinya juga akan memiliki kemampuan untuk mendaur ulang baterai sehingga limbah yang berpotensi timbul bisa ditekan. “Yang sudah rusak itu didaur ulang jadi dibuka isinya diambil terus diperbiki terus dibikin lagi,” ujar dia.

Fadli menegaskan bahwa baterai yang akan diproduksi oleh IBC nanti ditargetkan bisa memiliki lifetime jauh lebih lama ketimbang baterai produksi China. “Kita target 4-5 tahun benchmark kita di beberapa negara lain bisa dicapai,” ungkap Fadli.

Agus Tjahajana Wirakusumah, Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM, menyatakan wajar jika lifetime baterai yang sekarang digunakan motor listrik di Indonesia terbilang singkat. Ini kata dia juga berhubungan dengan harga bateraj itu sendiri.

“Baterai itu kan chemical, ada proses kimia sama seperti baterai di rumah kalau sudah setahun bagaimana bentuknya, tapi kembali ke masalah harga, mau nggak mahal tapi awet,” ujar Agus. (RI)