JAKARTA – Pemerintah mencatat lifting migas tahun 2021 tidak mencapai target. Lifting migas sepanjang tahun lalu hanya 1.642 juta barel setara minyak per hari (BOEPD) atau hanya mencapai 96% dari target yang ditetapkan dalam APBN 2021 sebesar 1.712 BOEPD.

Realisasi itu terdiri atas lifting minyak sebesar 660 ribu barel per hari (BPH) atau 93,7% dari target 705 ribu BPH dan lifting migas 5.501 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd) atau 97,6% dari target yakni 5.638 MMscfd.

Selain karena kondisi alami sumur yang sudah berumur tua, tidak tercapainya produksi diakibatkan beberapa faktor. Dua faktor terbesar yang menyebabkan hilangnya potensi produksi adalah low entry point atau terlambatnya kegiatan pada akhir tahun 2020 serta terlambatnya pengerjaan berbagai proyek pengeboran serta kerja ulang sumur. Kedua faktor tersebut berkontribusi menyebabkan adanya potensi kehilangan lifting minyak masing-masing sebesar 20 ribu BPH untuk low entry point serta 20,4 ribu untuk keterlambatan pemboran dan kerja ulang sumur. Faktor lainnya yang tidak kalah sumbangkan potensi kehilangan lifting minyak dalam jumlah besar adalah adanya unplanned shutdown serta molornya proyek-proyek baru hulu migas.

“Low entry point karena adanya tekanan pandemi COVID-19 sebabkan hilang potensi lifting 20 ribu BPH, unplanned shutdown 9,1 ribu BPH, delay dan hasil yang tidak sesuai target 20,4 ribu BPH beberapa proyek molor 4,8 ribu BPH,” kata Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas dalam konferensi pers, Senin (17/1).

Julius Wiratno, Deputi Operasi SKK Migas, menjelaskan ada dua kejadian unplanned shutdown yang cukup signifikan menyebabkan kehilangan produksi dari dua lapangan migas besar yakni Lapangan Grissik yang dikelola oleh ConocoPHillps serta Tangguh yang dikelola oleh BP.

““Di Tangguh (BP), dan di ConocoPhillips Grissik, meski keduanya gas tapi mempengaruhi ke produksi kondensat,” ungkap Julius.

Faktor lain yang turut mempengaruhi capaian lifting minyak tahun lalu adalah karena kegiatan operasional yang tidak mencapai target seperti kegiatan pengeboran sumur pengembangan yang hanya mencapai 480 sumur atau 80% dari target tahun lalu sebanyak 616 sumur.

Selain itu, terlambatnya pengoperasian proyek hulu migas yang seharusnya ditargetkan selesai pada tahun lalu menjadi faktor penekan capaian lifting migas 2021.

“Ada beberapa proyek delay yang produksi minyak cukup besar misalnya di Bukit Tua fase B, ini terjadi karena outbreak Covid-19 itu mempengaruhi,” jelas Julius. (RI)