JAJARAN pemimpin perusahaan di sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) yang beroperasi di Indonesia memenuhi Ballroom XXI Djakarta Theater, Jakarta Pusa pada Jumat malam (27/9) pekan lalu. Meskipun harus menunggu lebih dari satu jam, nyatanya para aktor utama tambang Indonesia tidak berkeberatan karena yang dinantikan adalah pengumuman penghargaan Subroto, sebuah penghargaan tertinggi yang diberikan oleh Kementerian ESDM kepada para pemangku kepentingan yang memiliki prestasi luar biasa dalam memajukan sektor ESDM.

Tepat sekitar pukul 20.00 WIB, Ignasius Jonan Menteri ESDM akhirnya memberikan langsung penghargaan kepada PT Vale Indonesia yang meraih penghargaan Subroto 2019 untuk Kategori Perlindungan Lingkungan Pertambangan Kelompok Kontrak Karya dan Izin Usaha Pertambangan Khusus.

Febriany Eddy, Deputi CEO PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang langsung menerima penghargaan tersebut menyatakan bahwa apresiasi dari pemerintah ini menunjukkan perusahaan terus mendorong kegiatan tambang berjalan dengan mengedepankan prinsip keberlanjutan terhadap lingkungan.

“Penghargaan ini tentunya membanggakan buat kami karena dinilai Pemerintah memiliki kinerja terbaik dalam hal pengelolaan lingkungan pertambangan juga memberikan kontribusi terbaik bagi Indonesia. Tentu hal ini semakin mendorong kami untuk memiliki kinerja lebih baik lagi ke depan,” kata Febriany uai menerima penghargaan dari Menteri ESDM.

Tahun ini merupakan tahun ketiga penyelenggaraan Penghargaan Subroto. Pada perhelatan Subroto Award 2018, PT Vale juga memperoleh penghargaan di kategori yang sama.

Vale Indonesia memang tidak main-main untuk urusan pengelolaan kegiatan tambang berkelanjutan. Tidak hanya lingkungan tapi masyarakat juga jadi sasaran investasi masa depan Vale di sekitar area pertambangan.

“Komitmen terhadap praktik pertambangan berkelanjutan merupakan upaya kami untuk mewujudkan sasaran menjadi sustainable operator,” kata Bayu Aji, Senior Manager Communication Vale Indonesia.

Salah satu wujud dari pengelolaan tambang berkelanjutan adalah adanya integrasi dalam pembukaan lahan tambang dengan kegiatan reklamasi dan rehabilitasi. Berdasarkan data perusahaan, hingga 2018, total sudah 4.250 hektar lahan purnatambang yang direklamasi. Total akumulasi jumlah pohon yang ditanam di lahan pasca-tambang mencapai lebih dari 1.200.000 batang. “Vale Indonesia juga mematuhi ketentuan bukaan lahan sekitar 1.000 hektar per tahun,” jelas Bayu.

Tidak hanya itu, Menurut Bayu, sejak 2006 Vale telah memiliki kebun persemaian tanaman modern (nursery) seluas 2,5 hektar yang mampu memproduksi 700.000 bibit dan merehabilitasi 100 hektar lahan pascatambang setiap tahun. Di sana Vale juga memproduksi berbagai jenis tanaman asli setempat (native species) dan tanaman endemik yang merupakan bagian dari konservasi keanekaragaman hayati.

“Vale juga memiliki Program Konservasi Pohon Eboni (kayu hitam/Diospyros celebica) yang telah berjalan sejak 2014 dan hingga tahun lalu sudah 24.022 batang pohon eboni ditanam,” kata dia.

Menghijaukan wilayah bekas tambang tidak lengkap rasanya jika tidak ada upaya untuk menekan limbah dan emisi. Bukan rahasia umum lagi isu limbah dan emisi tidak akan mungkin bisa lepas dari perusahaan tambang termasuk Vale Indonesia. Stigma negatif perusahaan tambang akan limbah dan emisi tersebut coba ditampik melalui berbagai program.

Tidak hanya sekedar menjaga kualitas air agar masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan Pemerintah, Vale Indonesia juga  membangun Lamella Gravity Settler (LGS) di Blok Sorowako dengan kapasitas 4.000 m3/jam untuk meningkatkan efisiensi penurunan beban pencemaran dari limbah cari berupa Total Padatan Tersuspensi (TSS) dan Kromium valensi (Cr6+) sejak tahun 2014 dengan biaya mencapau US$ 3,2 juta.

Berdasarkan  hasil evaluasi terhadap kinerja, terlihat bahwa teknologi ini mampu menurunkan konsentrasi limbah cair secara signifikan. Pada tahun 2017 TSS mencapai 99 ton mampu diturunkan menjadi 80 ton.

Selain itu, Vale juga telah gelontorkan US$ 1,9 juta untuk kembangkan Pakalangkai Waste Water Treatment. Fasilitas ini terintegrasi dengan 85 kolam pengendapan limbah cair (pond).

Sepanjang 2014-2018, Vale Indonesia telah melakukan efisiensi air rata-rata 190m3/ton. Air yang didaur ulang berasal dari pencucian kendaraan ringan dan dari pembersihan area kerja proses pengolahan. Air terlebih dahulu dialirkan ke kolam pengendapan untuk memisahkan dari sedimen, kemudian air dipompa kembali ke dalam penampungan berupa kolam impermeable dan tangki. Upaya daur ulang ini menggantikan penggunaan air yang sebelumnya menggunakan air yang dipompa dari danau.

Untuk pengendalian emisi debu dan partikulat, Vale Indonesia telah siapkan dua fasilitas pengendali yaitu ESP (Electrostatic Precipitator) atau penangkap debu teknologi listrik statis dan Bag House (fasilitas penangkap debu dan partikulat) di tanur pelebur dan tanur pereduksi.

Bayu menjelaskan perusahaan melakukan pemantauan dan pengukuran secara berkala. Pengukuran konsentrasi partikulat dilakukan sesuai USEPA Method 5 dengan nilai baku mutu 0,22 mg/Nm3. Dari hasil pengukuran, konsentrasi partikulat berada di bawah baku mutu. “Di 2018, Vale mencatatkan intensitas partikulat sebesar 0,019 mg/Nm3,” ujar Bayu.

Upaya pengendalian limbah dan emisi tentu tidak bisa lepas juga dari pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT). Vale Indonesia sendiri menegaskan telah berkontribusi mereduksi emisi karbon sebesar 500.000 ton CO2eq per tahun.

Realisasi itu merupakan manfaat dari penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sejak tahun 1979 yakni PLTA Larona. Jadi boleh dikatakan pemanfaatan EBT ini bukanlah barang baru bagi Vale Indoenesia. Sampai sekarang sudah ada tiga PLTA yang memasok sebagian kebutuhan energi dengan total kapasitas mencapai 365 Megawatt (MW). Tidak hanya PLTA, penggunaan Biosolar melalui campuran Fatty Acid Methyl Ester (FAME) sebanyak 20% dalam kegiatan operasional kendaraan tambang juga turut berikan kontribusi terhadap lingkungan. Vale Indonesia juga telah menggunakan biodiesel sejak 2016, dan tentu ikut daam perluasan penggunaan 20% biodiesel yang ditetapkan pemerintah pada September tahun lalu.

Risna Resnawaty, pakar pengembangan masyarakat yang juga Ketua Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Padjadjaran, menuturkan kegiatan tambang berkelanjutan adalah bagian dari pembangunan berkelanjutan. Cita-cita dari sustainable development adalah mewariskan bumi ini sekurang-kurangnya memiliki kualitas yang sama dengan kondisi di masa yang sekarang.

“Degradasi lingkungan yang semakin memburuk akibat tambang, tentu tidak diharapkan. Oleh karena itu Pengelolaan limbah dan reklamasi lahan purna tambang tentu tidak boleh ditawar lagi,” kata Risna.

Ignasius Jonan menegaskan perusahaan energi, termasuk tambang harus memiliki focus terhadap pengelolaan limbah dan emisi melalui pemanfaatan EBT. Apalagi menurutnya energi akan sangat berpengaruh terhadap perubahan iklim.

Jonan mengajak para para pemangku kepentingan untuk mengeksekusi segera pemanfaatan EBT jika tidak ingin dampak dari climate change menimbulkan efek negatif bagi kehidupan masyarakat. “Ini menjadi konsen besar yang harus dilakukan bersama-sama,” kata Jonan. (rio indrawan)