JAKARTA – Tata kelola pertambangan yang baik menjadi hal penting dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam tambang di Indonesia. Demikian disampaikan Irwandy Arif, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara.

Irwandy mengatakan industri pertambangan dan logam yang bertanggungjawab diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
“Selain itu diharapkan pula membangun komunitas yang tangguh dan inklusif; mengaktifkan inovasi yang diperlukan untuk mengatasi urgensi perubahan iklim; kemajuan menuju target global tujuan pembangunan berkelanjutan PBB dan Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim; mendefinisikan praktik baik lingkungan, sosial, dan tata kelola persyaratan untuk industri pertambangan dan logam; secara efektif mengelola tantangan sosial,” kata Irwandy, dalam workshop “Mining For Journalist” yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) di Wisma ALDC Antam, Cisarua, Kabupaten Bogor, Sabtu (25/2/2023).

Dalam kesempatan yang sama Muhammad Toha, Ketua Bidang Kajian Strategis Pertambangan Perhapi, mengatakan kegiatan pertambangan yang sudah dilakukan manusia selama ribuan tahun dan telah membangun peradaban manusia, selama ini masih kerap dianggap negatif oleh banyak orang karena dianggap merusak lingkungan. “Kita harus cari titik temunya agar tambang bermanfaat dan tidak berdampak negatif,” ujarnya.

Sementara itu Resvani, Sekretaris Jenderal Perhapi, mengatakan adanya lack cukup besar dalam pengelolaan pertambangan nasional.
“Ada lack cukup besar dalam pengelolaan kita. Tambang itu terbagi menjadi dua, yang legal dan ilegal. Sementara yang legal terbagi lagi menjadi dua, yang sudah melaksanakan good mining practices dan yang belum menjalankannya. Yang belum ini harus terus dibina,” kata Resvani.

Irwandy menjelaskan bahwa sumber daya alam adalah salah satu bentuk modal sumber daya alam (natural resources capital). Pengelolaan sumber daya alam merupakan masalah investasi, membutuhkan perilaku yang berwawasan ke depan, dan karenanya memerlukan dinamika.
Natural resources capital tersebut harus bisa dimanfaatkan untuk menuju kepada sustainable growth atau pertumbuhan yang berkelanjutan,” ujarnya.

Irwandy menyampaikan substansi pokok di Undang-Undang (UU) nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, terdapat empat klaster penting, yakni tentang perbaikan tata kelola pertambangan nasional, keberpihakan pada kepentingan nasional, kepastian hukum dan kemudahan investasi, serta pengelolaan lingkungan hidup.

Lebih lanjut Irwandy mengatakan rencana tata kelola ke depannya dilakukan dengan optimalisai penerimaan negara. Sebagai salah satu sub sektor utama yang berkontribusi dalam penerimaan negara, mineral dan batubara menyumbangkan jumlah yang cukup besar bagi penerimaan negara dalam APBN setiap tahunnya.
“Upaya peningkatan penerimaan negara yakni inventarisasi dan penagihan kewajiban keuangan IUP (Izin Usaha Pertambangan), pengawasan dan penetapan harga jual sesuai dengan harga pasar, penyuluhan mengenai kewajiban PNBP dan pajak bagi pengelola kegiatan pertamvabgan, serta peningkatan koordinasi lintas sektor dalam pengawasan penjualan mineral dan batubara,” kata Irwandy.

Dedi Suprianto, Sub Koordinator Perencanaan Produksi Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, mengungkapkan perbaikan tata kelola pertambangan nasional melalui upaya meningkatkan eksplorasi dan dana ketahanan cadangan, rencana pengelolaan mineral dan batubara, pengaturan tentang Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) dan IUP batuan, serta konsep wilayah hukum pertambangan Indonesia.

Dedi menjelaskan upaya meningkatkan gairah eksplorasi minerba dilakukan melalui penugasan penyelidikan dan penelitian pertambangan kepada badan usaha untuk penyiapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan mendorong perusahaan spesialis eksplorasi untuk mengajukan permohonan wilayah penugasan atau mengikuti lelang WIUP. Mekanismenya antara lain dengan pemberian prioritas wilayah penugasan kepada BUMN untuk wilayah yang disiapkan pemerintah. Selanjutnya badan usaha swasta dapat mengusulkan wilayah penugasan penyelidikan dan penelitian melalui permohonan kepada Pemerintah. Kemudian, Pemerintah melakukan pengawasan terhadap kegiatan penyelidikan dan penelitian yang dilakukan oleh BUMN dan badan usaha swasta pda wilayah penugasan.
“Kontrol negara atas kegiatan eksplorasi tersebut, setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pemegang IUP/IUPK yang telah menyelesaikan kegiatan eksplorasi dijamin untuk dapat melakukan kegiatan operasi produksi sebagai kelanjutan kegiatan usaha pertambangannya. Negara mewajibkan perusahaan untuk menyediakan dana ketahanan cadangan (DKC) mineral dan batubara,” jelas Dedi.

Untuk DKC, kata Dedi, digunakan oleh pemegang IUP/IUPK untuk melakukan eksplorasi lanjutan pada tahap kegiatan operasi produksi yang besarannya ditetapkan setiap tahunnya dalam RKAB.

Dedi menyampaikan bahwa Rencana Pengelolaan Mineral dan Batubara Nasional (RPMBN) harus disesuaikan dengan rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah.

Lebih lanjut Dedi menjelaskan konsep wilayah hukum pertambangan Indonesia, adalah seluruh wilayah hukum yang meliputi ruang darat, ruang laut termasuk ruang dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah yakni kepulauan Indonesia, tanah di bawah perairan, serta landas kontinen.
“Wilayah hukum pertambangan merupakan ruang untuk tujuan penyelidikan dan penelitian dalam rangka mengetahui potensi mineral dan batubara. Apabila wilayah tersebut akan diusahakan maka harus terlebih dahulu ditetapkan menjadi wilayah pertambangan yang prosesnya harus melibatkan Pemerintah Daerah serta masyarakat dan disesuaikan dengan rencana tata ruang,” ujar Dedi.(RA)