JAKARTA— Sektor transportasi perlu mendapatkan kebijakan khusus agar tidak mengakibatkan polusi udara. Pemangku kebijakan diharapkan dapat mempercepat peralihan mayoritas konsumsi bahan bakar minyak (BBM) masyarakat agar sesuai standar emisi yang berlaku.

Sebagai informasi, baru-baru ini pemerintah tengah melontarkan wacana menghapus Pertalite RON 90 pada 2024, kemudian mengalihkan subsidi ke produk Pertamax Green 92 yang merupakan campuran Pertalite dengan etanol 7%.
 
Tercatat dari website IQAir pada 11 September, indeks kualitas udara di Jakarta menyentuh angka 161 di beberapa titik, bahkan di Kemayoran mencapai 170. Hal itu membuktikan bahwa kualitas udara di Jakarta tidak sehat.
 
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, mengatakan polusi udara akibat kendaraan pribadi di Ibu Kota semakin menjadi-jadi karena penggunaan bahan bakar minyak yang kurang sesuai dengan standar. Diketahui, kemacetan kembali terjadi setelah KTT ASEAN usai. omaidi juga menegaskan pentingnya berpegang pada sumber daya energi yang dimiliki Indonesia. “Jangan lantas meninggalkan sumber daya energi domestik demi mengimpor energi dari luar negeri,” katanya.
 
Menurut Komaidi, pada Konferensi Tingkat Tinggi Asean pekan lalu, penggunaan kendaraan pribadi dibatasi dengan program work from home/WFH 75% bagi aparatur sipil negara serta rekayasa lalu lintas. Selain itu, PLTU Suralaya sudah mengurangi operasional dari 4 unitnya sejak 29 Agustus 2023. “Polusi udara di Ibu Kota justru tetap naik. Maka dari itu, tidak bijak juga menyalahkan PLTU batu bara,” katanya.
 
Dia menjelaskan, semua elemen perlu membenahi semua sumber penyebab polusi udara di Ibu Kota sama pentingnya. Baik sektor transportasi dan industri harus terus dibenahi secara bertahap. (RA)