JAKARTA – Harga BBM PT Pertamina (Persero) yang jadi primadona di masyarakat hingga saat ini belum juga berubah meskipun harga minyak dunia masih tinggi. Pemerintah sebelumnya telah meminta Pertamina untuk bersabar dalam menetapkan kebijakan harga BBM nonsubsidi seperti Pertalite maupun Pertamax menunggu perkembangan harga minyak dunia.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, menegaskan bisnis hilir Pertamina sudah cukup tertatih-tatih dengan kondisi harga minyak dunia yang tinggi tanpa diimbangi dengan penyesuaian harga BBM baik subsidi maupun nonsubsidi. Apalagi gap atau jarak antara harga BBM subsidi dan keekonomoian juga sangat jauh. Misalnya untuk BBM jenis solar. Harganya saat ini dipatok Rp7.800 per liter sementara harga keeknomian jauh diatas itu melebihi Rp10.000 per liter namun penggantian atau alokasi subsidi pemerintah hanya Rp500 per liter.

Menurut Nicke adanya mekanisme kompensasi yang dijanjikan pemerintah juga sulit untuk direalisasikan. Bahkan menurut dia kompensasi tersebut penuh ketidakpastikan. Hal itu langsung berpengaruh terhadap cahsflow perusahaan.

“Selisihnya Rp7.800 yang disubsidi oleh pemerintah yang fix hanya Rp500, sisanya kompensasi yang penuh ketidakpastian, sehigga Pertamina tetap mengeluarkan uang dulu dan berpengaruh terhadap cashflow, yang diganti hanya Rp500 dari Rp7.800,” kata Nicke di gedung DPR (28/3).

Sementara untuk BBM nonsubsidi seperti Pertamax yang dikonsumsi paling banyak setelah Pertalite juga harganya masih diminta pemerintah untuk tidak dinaikkan. Menurut Nicke harga keeknomian Pertamax sudah jauh diatas harga yang ditetapkan saat ini. Dia khawatir jika terus berlanjut tidak hanya merugikan Pertamina tapi itu sama saja telah mensubsidi orang-orang yang notebena mampu.

Dia pun meminta dukungan anggota dewan untuk bisa mendorong penyesuaian harga Pertamax. “Pertamax belum mengikuti mekanisme pasar, jadi dukungan untuk pertamax masih perlu. jadi yg suda kita naikan itu pertamax turbo, dexlite, dan pertadex yang secara volume hanya 2% dari total penjualan BBM Pertamina. Itu kecil sekali dan RON tinggi sehinggayg masyarakat kaya, even pertamax digunakan masy untuk mobil-mobil yang bagus, jadi sudah sewajarnya kemudian dinaikkan (harganya), karena bukan untuk masyarakat kecil Pertamax itu,” jelas Nicke.

Sementara untuk Pertalite menurut Nicke statusnya juga belum jelas. Dengan adanya regulasi baru memnag Pertalite bisa dikategorikan menjadi BBM penugasan namun sampai sekarang belum ada regulasi yang jelas mengenai formula kompensasi yang berhak diterima Pertamina.

“Harus ada formula dulu berapa kompensasinya, itu formulanya belum ditentukan oleh pemerintah. jadi yang harus memutuskan adalah pemerintah, kami sudah usulkan formulanya,” tegas Nicke. (RI)