JAKARTA – Dalam Sidang Paripurna DPR RI, pekan lalu Pemerintah menyampaikan asumsi makro RAPBN 2024 dimana nilai tukar rupiah terhadap dolar diusulkan sebesar Rp14.700-15.300 dan harga minyak mentah (crude) menjadi sebesar US$75-85 per barel.

Angka-angka asumsi tersebut sudah jauh di bawah kondisi saat harga BBM bersubsidi dinaikkan (September 2022), yakni nilai tukar rupiah sebesar Rp15.500 per dolar AS sedang harga minyak mentah dunia lebih dari US$110 per barel.

Mulyanto Anggota Komisi VII DPR RI, menyatakan dengan penurunan nilai tukar rupiah dan harga minyak mentah tersebut artinya beban anggaran untuk subsidi BBM di tahun 2024 ini akan berkurang.

Dia meminta Pemerintah tetap mengalokasikan selisih anggaran tersebut untuk subsidi BBM sehingga harga BBM bersubsidi dapat diturunkan baik untuk Solar maupun Pertalite.

“Sudah selayaknya harga BBM bersubsidi turun sekarang”, kata Mulyanto (23/5).

Selain itu, Pemerintah diminta segera menerapkan pembatasan distribusi BBM bersubsidi agar tepat sasaran. Mobil mewah sudah sepantasnya tidak menggunakan BBM bersubsidi.

“Jangan selisih anggaran dari penurunan harga minyak dunia di atas digunakan untuk mensubsidi mobil listrik. Kita menolak subsidi untuk membeli barang mewah untuk orang kaya, apalagi untuk kendaraan perorangan milik pribadi, bukan transportasi publik”, ujar dia.

Mulyanto menegaskan hakikat subsidi adalah diberikan untuk mereka yang kurang mampu dalam rangka meningkatkan daya beli mereka. Bukan kepada orang kaya yang sudah tinggi daya belinya.

“Saat ini masyarakat membutuhkan bantuan untuk dapat bangkit memperbaiki kondisi ekonominya. Terutama bagi masyarakat yang sehari-harinya bekerja di sektor informal yang membutuhkan bantuan subsidi dari Pemerintah,” kata Mulyanto. (RI)