JAKARTA – Pemerintah diminta melakukan beberapa penyesuaian dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2020-2029 untuk tidak lagi berinvestasi pada energi kotor batu bara yang berisiko tinggi dan tidak ekonomis. Adila Isfandiari, Peneliti Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, mengatakan pemerintah secara bersamaan juga harus beralih dari energi kotor batu bara sesuai dengan rekomendasi International Panel on Climate Change (IPPC), yaitu pengurangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara sebanyak 80% pada 2030 untuk mencegah kenaikan temperatur di atas 1.50 derajat celcius dalam Perjanjian Paris.

“Pemerintah harus segera melakukan transisi energi dan berinvestasi pada pembangkit energi terbarukan yang harganya semakin murah dan potensinya
sangat besar di Indonesia. Hal ini juga diperlukan untuk menyelaraskan rencana kelistrikan kita dengan komitmen iklim,” kata Adila, Kamis (2/4).

Adila mengatakan pemerintah harus meletakkan krisis iklim sebagai acuan dalam menyusun kebijakan kelistrikan. Karena krisis iklim akan berdampak terhadap ekonomi layaknya bencana pandemi Covid-19. “Pembangunan ekonomi akan gagal karena besarnya kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh krisis iklim,” tandas Adila.(RA)