JAKARTA – Rencana revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dapat dimaklumi karena terdapat sejumlah ketentuan yang perlu disempurnakan menyangkut perubahan status kontrak, luas wilayah, penerimaan negara, dampak sosial dan lingkungan, hilirisasi, divestasi saham, dan lain‐lain. Namun, perubahan berbagai ketentuan dalam UU Minerba tersebut tetap harus konsisten dengan amanat Pasal 33 UUD 1945.

“Rakyat tidak akan pernah menerima revisi UU Minerba yang melegitimasi dan memuluskan perpanjangan kontrak‐kontrak PKP2B dan KK, melalui peralihan status menjadi IUP, atas alasan kepastian investasi atau kepastian hukum, namun bertentangan dengan konstitusi,” kata Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies dalam acara diskusi di Jakarta, Rabu (11/12).

Revisi UU Minerba dinantikan untuk menyikapi kondisi terkni, dimana pengusahaan minerba yang menurun karena kegiatan eksplorasi yang tidak berkembang, neraca perdagangan migas yang defisit dan menghadapi beberapa KK dan PKP2B yang mulai habis masa kontraknya tidak ada kebijakan yang nyata untuk memenuhi tujuan nasional.

Budi Santoso, Direktur Eksekutif, mengatakan perpanjangan kontrak PKP2B tidak bisa disamakan dengan Kontrak Karya (KK) PT Freeport Indonesia karena PKP2B generasi I berbeda dan batu bara adalah komoditas energi yang vital bagi hajat hidup orang banyak. Produksi PKP2B generasi I hampir 200 juta atau 50% total produksi nasional dan 50% supply ke PT PLN (Persero). Potensi keuntungan bisa mencapai US$ 3‐4 miliar dan belum termasuk PNBP serta kepentingan startegis lainnya yaitu supply ke PLN dan pengurangan subsidi dan defisit migas. “Seharusnya Menteri BUMN memperjuangkan ini untuk negara kecuali beliau memiliki kepentingan lain,” tukas Budi.

Dia menekankan agar pemerintah mengambil kesempatan untuk memanfaatkan batu bara sebagai energi murah ketika daya saing ekonomi dan kebutuhan energi (perkapita) masih rendah dan masih disubsidi.

Konspirasi Oligarki

Marwan menambahkan, DPR dan pemerintah tidak boleh mundur sedikitpun dari setiap upaya yang berasal dari konspirasi oligarki penguasa‐pengusaha, yang kelak akan mengurangi penerapan hal‐hal prinsip pro rakyat tersebut.

Revisi UU Minerba harus menjamin tersedianya pasokan energi primer bagi PLN dan mineral mentah bagi smelter‐smelter dalam negeri secara berkelanjutan dengan harga khusus. Untuk itu, penguasaan sumber‐sumber daya minerba oleh BUMN merupakan cara terbaik untuk mencapai tujuan konstitusional tersebut.

“Jika revisi UU Minerba justru dilakukan untuk menihilkan kesempatan BUMN Tambang, maka telah terjadi pengkhianatan terhadap rakyat dan konstitusi,” tandas Marwan.(RA)