JAKARTA – Lambatnya proses evaluasi Rencana Kerja Anggaran dan Budget (RKAB) di sektor mineral dan batu bara terus disorot. Dalam data terakhir Direktorat Jendral Mineral dan Batu bara (Minerba) terungkap bahwa hingga 1 November dari permohonan 757 RKAB untuk tahun 2024 dan perubahan 2023 baru 444 yang disetujui. Sementara sekitar 200 permohonan RKAB masih diproses atau pending, 113 permohonan RKAB belum sampaikan dokumen perbaikan dan 37 badan usaha belum menyampaikan RKAB.

Bambang Haryadi, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, menyatakan ada kesan ketakutan kini dialami oleh para jajaran Ditjen Minerba saat mengevaluasi RKAB. Ini merupakan buntut dari permasalahan hukum yang membelit Ditjen Minerba belakangan ini.

“Info yang didapat dari Kementerian ESDM ada semacam ketakutan sehingga membuat evaluator bekerjanya ragu-ragu karena takut. Kita harus menghormati penegakan hukum, tapi tidak boleh menganggu sistem,” kata Bambang dalam rapat antara Ditjen Minerba dengan Komisi VII DPR RI, Senin (6/11).

Imbasnya, kata Bambang, kinibeberapa pabrik smelter bahkan sampai harus berhenti beroperasi lantaran belum adanya persetujuan RKAB dari pemerintah. “Kami mendengar ada beberapa smelter mematikan tungkunya, baik di Sulawesi Tengah dan Tenggara. mereka ini mulai meragukan investasi di indonesia,” ujarnya.

Menurut dia, masalah lambatnya RKAB ini akan berdampak pada pasokan bahan baku smelter. Ini yang membuat industri pwngolahan logam khawatir akan keberlanjutan operasinya. Tanpa adanya RKAB produsen bahan baku mineral seperti nikel tidak akan mau melakukan produksi.

Pemerintah diminta segera bergerak cepat mengatasi mengkraknya proses persetujuan RKAB ini. Karena bakal berdampak besar bagi iklim investasi di Indonesia.

“Ingatlah bahwa smelter-smelter itu sebagian besar PSN, jangan sampai kita di-complain oleh investor dari negara lain akibat salah satu ini proses penegakan hukum dan mereka semua pada takut,” jelas Bambang. (RI)