SUDAH hampir dua tahun ini dunia bergelut dengan pandemi COVID-19. Penyakit yang bermula dari Wuhan China ini mengajarkan kita bahwa di setiap ada kesusahan pasti ada peluang baru untuk bertahan dan kembali bangkit.

Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Saluyu di Desa Cilamaya, Karawang, Jawa Barat merupakan contoh nyata kelompok tani yang sukses menjawab tantangan akan kebutuhan tani akan metode tanam berkelanjutan. Selain mereka sukses mengaplikasikan metode organik dalam tanaman padi, mereka juga mampu menciptakan peluang bisnis baru melalui pembuatan pupuk organik di tengah pandemi. Manfaat pupuk organik memang bukan kabar burung semata. Ini dialami langsung oleh Fausam (48 Tahun) yang beralih menggunakan pupuk organik sejak tiga tahun lalu.

Dia menceritakan salah satu hal yang membuat dia kepincut dan tidak mau pindah ke lain hati dari menggunakan pupuk organik adalah khasiatnya membuat tanaman padi lebih kuat terhadap hama.

“Waktu awal pakai pupuk organik memang masih ada hamanya masih ada. Pas musim kedua ketiga mendingan, jadi jarang banged,” kata Fausam saat ditemui Dunia Energi di desa Cilamaya pekan lalu.

Serangan hama begitu membekas bagi Fausam. Bagaimana tidak, hanya tinggal beberapa puluh jam sebelum panen, semua jerih payahnya selama sekitar setengah tahun sirna. Itu terjadi saat Fausam belum menggunakan pupuk organik. Dia menceritakan kala itu saat memandang pematang padi terlihat sudah siap untuk dipanen tapi setelah dilihat dari dekat hatinya hancur, kondisi tanaman padinya ternyata sudah rusak diserang hama. Alhasil dia harus segera memanen padi yang belum rusak. Karena belum masuk masa panen maka beras yang dihasilkan juga sedikit.

“Pernah waktu itu nyesek banged, karena sudah sebentar lagi panen ada hama. Waktu itu wereng tiga hari mau panen, jadi padi itu garing nggak ada isinya tinggal kosongan aja. Memang kalau dilihat dari jauh padi udah kuning separuhnya dilihat dari sisi pematang hati senang. Pas dilihat dideketin itu merah semua. Kelihatan di bagian bawahnya,” kenang Fausam.

Masa-masa bergelut dengan hama menurut Fausam kini sudah berlalu. Dia mengaku sudah hampir tiga tahun ini hatinya tidak lagi berdebar jelang masa panen karena hama yang jadi musuhnya tidak lagi terlihat. “Ongkos banyak, hasilnya dikit. Tapi itu dulu, tiga tahun ini nggak pernah kejadian lagi dari enam kali panen,” ungkap dia.

Tidak terlalu sulit untuk membuat sendiri pupuk organik. Bahan-bahan yang dibutuhkan Fausam untungnya sudah tersedia di wilayah Cilamaya seperti air bekas cucian beras, air kelapa, air gula merah, eceng gondok, limbah jamur, sekam. Semuanya bisa didapatkan di sekitar desa tempat tinggalnya. Hanya saja ada satu bahan utama yang masih sulit didapatkan sehingga harus dibeli yakni kotoran sapi. Kemudian ada tambahan bahan lainnya yang dibeli yakni probiotik dan petroganik.

Untuk pembuatan pupuk cair sebanyak 200 liter yang digunakan untuk lima hektar lahan dibutuhkan kotoran sapi 20 kg, air kelapa 25 liter, air bekas cucian beras 25 liter, air gula merah 25 liter yang membutuhkan sedikitnya 2,5 kg gula merah dan eceng gondok sebanyak 20 kg.

Sementara pupuk tabur dibutuhkan 1 ton kotoran sapi untuk 1 hektare lahan yang dicampur dengan sekam, limbah jamur dan petroganik baru. Seluruh bahan dimasukan ke dalam wadah pengompos. Kemudian disiram tiga hari sekali dan diaduk. Jangan lupa juga diayak untuk memisahkannya dengan butiran besar. Lalu didiamkan atau melalui proses fermentasi selama 10-15 hari baru kemudian dipanen.

Gapoktan Saluyu terdiri dari tujuh kelompok tani dengan total jumlah anggota mencapai 374 anggota. Setiap anggota kelompok bervariasi antara 27 sampai 40an anggota. Tujuh kelompok diantaranya Rahayu, Sugih, Jembar, Sri Rejeki, Unggul, Muncul, Sri Asih.

Gapoktan Saluyu melihat pupuk organik tidak hanya bisa dimanfaatkan oleh anggotanya. Petani dari wilayah lain mulai mencium harumnya bertani dengan menggunakan pupuk organik. Hasil panen yang baik serta daya tahan tanaman terhadap hama jadi faktor utama para petani memilih hijrah metode tanam menjadi tanam organik.

Para petani di Gapoktan Saluyu akhirnya bersepakat untuk memproduksi pupuk organik lebih banyak yang ditujukan untuk dijual. Semula mereka membuat pupuk organik di rumah masing-masing atau di halaman koperasi. Kini pembuatan pupuk fokus di area yang labih luas agar produksi bisa lebih maksimal. Ini tidak lepas dari banyaknya permintaan akan pupuk organik yang mereka buat dari rekan-rekan petani di wilayah lain. Pupuk organik Gapoktan Saluyu ternyata sudah cukup tersohor di sekitar wilayah Karawang.

Endang Sudrajat, Ketua Gapoktan Saluyu, menuturkan baru-baru ini dia dan rekan-rekannya menerima pesanan pupuk organik cukup banyak sampai sembilan ton. Ini jadi rekor tersendiri sejak mereka berinisiatif menjual pupuk organik.

Pupuk organik yang ditawarkan Gapoktan Saluyu selain terkenal dengan khasiatnya memang jauh lebih efisien dibandingkan pupuk non organik. Pupuk organik yang ditawarkan Gapoktan Saluyu seharga 70 ribu per kuintal. “Kalau sudah dikemas bisa sampai Rp100 ribu. Pupuk urea subsidi 240 ribu per kuintal. Non subsidi 650 ribu per kuintal,” ungkap Endang.

Pria yang akrab disapa Aep itu menuturkan untuk 200 liter pupuk cair yang diproduksi bisa jadi pupuk yang sudah dikemas ke menjadi 180 botol. Dalam satu bulan bisa dua kali Gapoktan Saluyu memproduksi pupuk organik. “100-150 botol per bulan laku dijual, per botolnya dijual Rp40 ribu,” kata Aep.

Metode tanam organik di desa Cilamaya mulai dirintis sekitar tahun 2017 melalui penyelenggaraan pelatihan pertanian ramah lingkungan oleh PT Pertamina Gas (Pertagas). Kala itu Pertagas menggandeng Klinik Pertanian Organik – Kembang Langit untuk mengawal program.

Aep menceritakan efisiensi memang jadi salah satu pertimbangan utama penggunaan pupuk organik. “Biaya berkurang rata-rata itu sekitar 30% biasanya per hektar biaya Rp9 juta, sekarang Rp4 juta – Rp5 juta, dari mulai semai sampai panen,” ungkap Aep. Mungkin itu juga yang membuat pupuk organik Saluyu semakin diminati petani lain meskipun bukan hanya dari kelompok tani Saluyu.

Nasih Widya Yuwono, Dosen Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) menngungkapkan racikan pupuk organik yang digunakan kelompok tani Saluyu memang berpotensi meningkatkan ketanahan padi akan serangan hama.

Dia menjelaskan sampah organik yang digunakan para petani dapat diolah menjadi pembenah tanah dan pupuk. Penggunaan bahan-bahan organik dalam kegiatan tanam padi di Cilamaya memang sudah sewajarnya didukung karena bahan organik dalam tanah bisa menghidupkan tanah sehingga fungsi tanah untuk produksi biomasa (termasuk pertanian) akan sustain atau berkelanjutan.

Menurut Nasih, tanaman apapun akan memberikan hasil terbaik mengikuti kaidah Phenotype (P) atau hasil panen =  Genotype atau benih (G) +  Environment atau lingkungan (E).  Jika kebutuhan unsur hara esensial cukup dan seimbang maka akan dapat hasil terbaik.

Ketahanan tanaman padi terhadap hama bisa timbul disebabkan oleh meningkatnya unsur hara akibat penggunaan pupuk organik. Selain itu juga bisa jadi racikan pupuk organik memiliki zat yang bisa menolak hama. Sehingga tanaman padi Gapoktan Saluyu lebih tahan terhadap serangan hama.

“Racikan pupuk organik cair, nah itu bahannya apa saja, bisa jadi mengandung repellant (penolak hama),” ungkap Nasih kepada Dunia Energi.

Salah satu petani dari desa Cilamaya di tengah sawah yang menggunakan pupuk organik (Foto/Dunia Energi/Rio Indrawan)

Elok Riani Arizona, Manager Communication, Relations & CSR Pertagas, mengungkapkan penggunaan pupuk organik untuk tanam padi merupakan bagian dari upaya perusahaan dalam meningkatkan kesejahteraan para petani di sekitar area operasi melalui program Saung Patra. “Para petani pendapatannya ada kesenjangan dengan pemilik. Kami buat program pemberdayaan yang menjawab isu sosial ekonomi,” ujar Elok.

Dia menjelaskan Saung Patra memiliki beberapa jenis kegiatan dimulai dengan pelatihan ramah lingkungan, produksi pupuk mandiri, produksi beras mandiri, kerjasama pemasaran. Inovasi dimulai dibidang pupuk, dulu gunakan pupuk kimia 50%, sekarang sudah berkurang dan pupuk organik bisa naik 70%. “Saung patra sudah menjadi benchmark pengelolaan pertanian ramah lingkungan, pendapatan buruh tani bisa meningkat, mengurangi pupuk kimia,” kata Elok.

Sementara itu, Rina Resnawaty, Pakar CSR dan Ketua Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial Fisip Universitas Padjajaran menyatakan penjualan pupuk organik ke petani lain merupakan salah satu benefit dari perpindahan pola tanam yang konvensional ke tanam padi organik. jika petani lain sudah mau ikut membeli pupuk ini artinya program CSR Pertagas di Cilamaya selain sudah merubah pola pikir dan perilaku kelompok binaan juga telah membawa perubahan pola pikir dan perilaku petani secara lebih luas agar mereka  bertani dengan cara yang lebih sehat dan ramah lingkungan.

“Kalau ada yang mau beli artinya petani lain sudah melihat contoh keberhasilan, karena sebagian besar masyarakat kita baru akan percaya jika melihat contoh konkrit “seeing is believing”,” kata Risna saat dihubungi Dunia Energi.

Dia menuturkan inovasi ini tentu bisa menjadi peluang bisnis bagi para petani, perlu dikembangkan dan tentu perlu terus didampingi terutama sosialisasi produk quality control product.

“Harapannya selain semakin banyak petani yang mendapatkan keuntungan, akan lebih banyakj lagi yang beralih ke pola tanam organik, jika sudah begini satu kali dayung dua pulau terlampaui,” ungkap Risna.