JAKARTA – Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa 7 berkapasitas 2×1.000 megawatt (MW) diklaim dapat menciptakan penghematan hingga Rp1 triliun per tahun bagi PT PLN (Persero). PLTU yang berlokasi di Desa Terate, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Provinsi Banten tersebut menempati lahan seluas 170 hektar itu merupakan bagian dari program pemerintah untuk meningkatkan kapasitas listrik 35.000 MW di Indonesia.

“Target COD (beroperasi komersial) April 2020. Jika COD bisa maju Oktober 2019, saving-nya bisa Rp1 triliun. Karena akan mengurangi konsumsi BBM (bahan bakar minyak) dan gas,” kata Haryanto WS, Direktur Bisnis PLN Regional Jawa Bagian Barat, belum lama ini.

Haryanto menambahkan, saat ini progress pembangunan PLTU Jawa 7 mencapai 84,77%. Pembangkit dibangun dengan skema membentuk perusahaan patungan produsen listrik swasta, yaitu PT Shenhua Guohua Pembangkitan Jawa Bali (PT SGPJB) yang merupakan konsorsium antara China Shenhua Energy Company Limited (CSECL) dan PJBI yang didirikan pada 13 Januari 2016. Kepemilikan saham CSECL mencapai 70 % dan 30 % saham dimiliki PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI).

Selain menjadi pemegang saham di SGPJB, PJBI juga menjadi pemegang 30% saham di joint venture company pengelola operation and maintenance (O&M) PLTU Jawa 7, yaitu PT Guohua Taidian Pembangkitan Jawa Bali (GHPJB) bersama Taishan Power Generation Company yang menjadi pemegang 70% saham, dan didirikan pada 13 September 2016.

Daya pembangkit akan disalurkan untuk memperkuat sistem ketenagalistrikan Jawa-Bali melalui jaringan Suralaya-Balaraja 500 kV.

Pembiayaan final proyek telah tercapai pada 29 September 2016, delapan hari lebih cepat dari jadwal yang disyaratkan dalam perjanjian pembelian tenaga listrik (Power Purchase Agreement/PPA) dan merupakan IPP pertama di Indonesia dengan proses financial close hanya enam bulan.

PLTU Jawa 7 bernilai strategis karena merupakan salah satu PLTU terbesar di Indonesia dan memakai teknologi baru ultra super critical boiler dengan bahan bakar batu bara kalori rendah.

“Teknologi pembangkit tersebut dipilih karena memiliki efisiensi yang tinggi dan lebih ramah lingkungan,” tandas Haryanto.(RA)