JAKARTA – PLN Indonesia Power menargetkan bangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan total kapasitas mencapai 500 Megawatt (MW) tahun 2024. Rencananya proyek PLTS tersebut bakal dibangun di lima lokasi.

Bernadus Sudarmanta, Direktur Pengembangan Bisnis dan Niaga PLN IP, menjelaskan bahwa perusahaan telah melakukan sosialisasi proyek Hijaunesia kepada JETP dan hasilnya mendapatkan respon yang cukup positif. Terbukti dengan pendanaan yang didapatkan untuk proyek PLTS 500 MW.

“Kita sudah melakukan ekspos mengenai hijaunesia ke JETP dan dari beberapa member JETP sudah masuk ke dalam salah satu standby lender kita siap. Itu yang proyek yang 500 MW itu ada beberapa lender yang sudah siap salah satunya anggota JETP,” kata Bernardus ditemui di Kementerian ESDM, Selasa (30/1).

Adapun menueur Bernardus proyek PLTS 500 MW nanti terdiri dari PLTS floating yang akan dibandung di tiga waduk dan sisanya adalah PLTS land base atau diatas permukaan tanah.

“500 MW di lima lokasi tiga floating di Jawa Barat Jatigede, Gajah mungkur, Kedung ombo, sisanya land base,” ujar Bernardus.

Proyek Hijaunesia sendiri adalah proyek PLN IP yang akan mengembangkan energi hijau sebesar 7 GW yang tersebar di 108 lokasi di seluruh Indonesia. Untuk tahun ini PLN IP berencana akan mengeksekusi pembangunan pembangkit listrik EBT dengan total kapasitas mencapai 1,06 Gigawatt (GW) dimana sebanyak 1 GW berupa PLTS dan sisanya 60 MW adalah pembangkit listrik tenaga angin.

Bernardus menuturkan untuk menjalankan proyek Hijaunesia PLN IP menemui beberapa tantangan terutama dari sisi penyediaan lahan, perizinan, kemudian pendanaan. Belum lagi ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) juga turut andil membuat progress proyek jadi melempem.

“Memang salah satu yang kita coba selesaikan itu kan dilema antara biaya dengan tuntutan local content. Kita juga diminta memenuhi peraturan TKDN tapi satu sisi harus memenuhi target tarif yang sudah diatur dalam Perpres emang ini cukup menantang seringkali kalau kita mengejar minimize cost itu kebanyakan memang kemudian harus meminta relaksasi. Dan itu biasanya juga menimbulkan tantangan tersendiri,” jelas Bernardus.

Kemudian tantangan lainnya, PLN masih melakukan optimasi sistem karena dengan masuknya PLTS yang intermitten mau tidak mau PLN juga memperhitungkan impact terhadap stabilitas sistem.

Jadi tantangan itu yg menyebabkan kita serta merta mendapatkan karpet merah ketika RNE utility akan dibangun jadi harus ada kompromi kesepakatan bersama bagaimana green atau energi transition dapat tercapai tapi juga keekonomiannya stabilitas dan sustainability bisa terjaga,” jelas Bernardus. (RI)