JAKARTA – Sektor transportasi laut jadi salah satu sektor yang didorong untuk bisa ikut berkontribusi dalam upaya mencapai target penurunan emisi atau Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2050. Adapun roadmap yang ditetapkan untuk sektor maritim dalam mencapai target tersebut 30% emisi diturunkan pada tahun 2030 kemudian meningkat menjadi 70% tahun 2040 baru kemudian bisa mencapai 100% penurunan emisi tahun 2050.

Yoki Firnandi, Direktur Utama Pertamina International Shipping (PIS), menjelaskan untuk mengejar target tersebut diperlukan usaha sangat ekstra. Pasalnya hingga kini bisa dilihat dari realisasi penurunan emisi di sektor maritim yang harus diakui belum signifikan.

“Realitanya dari rata-rata menunjukkan ini (target) akan menantang. Kalau lihat roadmap tanda-tandanya sulit dicapai, kalau bicara penurunan emisi faktor, efisienkan penggunaan bahan bakar desain kapal dan mesin. Dan gunakan zero carbon fuel,” kata Yoki disela diskusi Sustainability Action for The Future Economy, Jakarta, Selasa (26/9).

Menurut dia ada empat faktor yang bisa mendorong penurunan emisi secara signifikan di sektor transportasi laut. Pertama adalah ketersediaan mesin kapal dengan teknologi terbaru yang bisa mengakomodir penggunaan bahan bakar yang rendah emisi. “Bagaimana teknologi engine lebih murah secara harga,” ujar Yoki.

Selanjutnya adalah inisiatif dari sisi pengguna atau costumer lebih mendorong penurunan emisi. “Karena kalau bicara penurunan emisi, umumnyakan masih lebih mahal dan ini ditanggung di hilir, pengguna,” kata Yoki.

Kemudian ada mobilisasi dari sektor finansial di sektor logistik maritim. Ini hubungannya dengan akses pendanaan yang kompetitif sehingga ada gairah bergerak menuju dekarbonisasi. Nantinya dana itu digunakan untuk investasi kapal baru atau mesin terbaru.

Faktor terakhir adalah dukungan dari pemerintah berupa regulasi. Ini berkaitan dengan ketiga faktor sebelumnya. Yoki mencontohkan ketika regulasi sudah mengamanatkan bahwa di tahun sekian sudah harus menggunakan bahan bakar dengan standar sulfur tertentu tapi pada praktiknya belum bisa karena kondisi di lapangan memang tidak memungkinkan.

“Contoh regulasi bilang 2030 kapal harus menggunakan amonia, pertanyaannya kapal yang menggunakan amonia udah ada belum, engine teknologi udah ada belum, kalu ada harganya berapa, ada yang mau mendanai gak, customernya sanggup bayar nggak, ini harus beriringan semuanya,” jelas Yoki.

Lebih lanjut, PIS kata Yoki juga memiliki inisiatif sendiri sambil menunggu beberapa faktor tadi bisa secara penuh terwujud. Manajemen memiliki strategi dalam operasional armada yang efektif dan efisien.

“Usaha terbaik dari sisi teknis operasional kapal. Bagaimana misal kapal itu fuelnya kita bersihin supaya dengan bahan bakar yang lebih seidkit kita bisa mencapai speed yang dituju, belum lagi dengan teknologi untuk mengefisienkan pergerakan kapal, pengaturan operasional kita kita mengatur speed dll supaya gas buang emisi buang kita bisa kita turunkan sedemikian rupa,” jelas Yoki. (RI)