JAKARTA– PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), calon pimpinan holding panas bumi BUMN,  menjadi kontributor utama pendapatan dan laba bersih konsolidasi hingga semester I 2021 Subholding Power and  New Renewable Energy (PNRE) Pertamina. Kinerja finansial PGE  jauh lebih moncer ketimbang PT Jawa Satu Power (JSP) dan PT Jawa Satu Regas (JSR) yang bergabung dalam Subholding NRE Pertamina, nama lain dari PT Pertamina Power Indonesia. Pasalnya, secara historis rata-rata laba bersih tahunan PGE di atas US$ 90 juta dalam beberapa tahun terakhir, menurut catatan Dunia Energi.

Manajemen Subholding PNRE Pertamina menyebutkan sepanjang semester I 2021, Subholding NRE Pertamina membukukan kinerja positif dari aspek finansial dan produksi. Secara konsolidasian, pendapatan Subholding PNRE Pertamina sebesar US$ 181 juta, EBITDA US$ 152 juta, dan laba bersih US$ 57 juta.

Raihan kinerja finansial ini masing-masing mencapai 101%, 117%, dan 152% terhadap Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) Semester I 2021. Pada kinerja operasi sejumlah capaian positif juga berhasil dicatatkan oleh PNRE, di mana produksi listrik mencapai 2.273 GWh.

“Kami selalu berupaya mengedepankan operational excellence untuk mencapai target yang ditentukan. Karena kami juga bercita-cita untuk mendukung pemerintah mewujudkan transisi energi di Indonesia,” ujar Dannif Danusaputro, Chief Executive Officer Subholding PNRE Pertamina, Rabu (4/8).

Menurut Dannif, bergulirnya restrukturisasi di tubuh Pertamina mengantarkan Subholding PNRE Pertamina sebagai subholding yang memegang amanah mengawal transisi energi. Selain PGE di mana di bawahnya termasuk Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan Jawa Satu Power (JSP) serta Jawa Satu Regas (JSR). Dengan restrukturisasi, Pertamina semakin menggenjot laju transisi energi. “Kami menargetkan pada 2030 Pertamina energi baru dan terbarukan (EBT) mencapai 17% dalam portfolio bisnis,” katanya.

Di level Subholding NRE Pertamina, transisi energi pada tahun 2026 menargetkan kapasitas terpasang mencapai 10 GW, yang terdiri atas 6 GW gas to power, 3 GW energi terbarukan, dan 1 GW energi baru. Untuk energi panas bumi sendiri saat ini kapasitas terpasang mencapai 672 MW dan ditargetkan pada tahun 2026 mencapai 1,1 GW.

Sedangkan yang termasuk di dalam pengembangan energi baru antara lain hidrogen, EV battery, dan carbon capture utilization and storage (CCUS).

“Untuk mencapai target tersebut, Subholding PNRE Pertamina akan melakukan kolaborasi dengan mitra-mitra strategis, khususnya pengembangan energi baru seperti hidrogen dan CCUS yang teknologinya juga relatif masih baru. Saat ini kami tengah mengembangkan blue hydrogen dan green hydrogen. Kami yakin hydrogen adalah energi masa depan dan kami berharap akan mencapai harga yang kompetitif seiring dengan berkembangnya teknologi,” ungkap Dannif.

Transisi energi yang dilakukan secara agresif oleh Pertamina ditargetkan untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) Pertamina sebesar 30% dan mendukung emisi GRK nasional sebesar 29 persen pada 2030. Pertamina menunjukkan komitmen kuat menjalankan bisnis yang berkelanjutan dengan mengintegrasikan aspek ESG (environment, social, and governance) ke dalam bisnis. (DR)