JAKARTA – Pemerintah tengah mempersiapkan pembentukan perusahaan induk atau holding yang menaungi perusahaan BUMN panas bumi. Ada tiga perusahaan yang akan masuk ke dalam holding pada tahun ini, yakni PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), PT PLN Gas & Geothermal (PLN GG) serta PT Geo Dipa Energi.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), mengatakan pemerintah harus berhati-hati menentukan perusahaan yang akan menjadi lead dalam holding nanti. Ada dua kandidat yang paling berpeluang, yakni PGE dan Geo Dipa.

“Kalau dari sisi aset dan resource, saat ini PGE yang terbesar. Tapi bisa juga Geo Dipa sebagai holding,” kata Fabby, kepada Dunia Energi, Kamis (25/2).

Menurut Fabby, perusahaan yang menjadi holding bergantung pada kajian struktur yang paling optimal, risiko yang paling minimum dan proses yang paling sederhana dan yang paling mempunyai nilai tinggi.

Geo Dipa masih berpeluang sebagai holding, neski dari sisi aset, PGE jelas unggul, Pemerintah juga harus melihat risiko yang timbul sebagai konsekuensi penunjukkan salah satu perusahaan sebagai holding.

“Ya bisa saja Geo Dipa (sebagai holding). Seperti yang saya bilang, pertimbangannya siapa yang menjadi holding perlu mempertimbangkan struktur kepemilikan yang paling efektif, risiko-risiko yang paling minimal dan biaya yang paling rendah,” ungkap Fabby.

Fabby menilai ada keunggulan tersendiri Geo Dipa atas PGE maupun PLN GG. Kalau dilihat PGE adalah subsidiary Pertamina dan PLN GG adalah subsidiary PLN. Geo Dipa adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tidak punya induk usaha.

Selain itu, harus dipertimbangkan konsekuensi-konsekuensi kalau nanti pemerintah mau top up modal dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk memperkuat permodalan holding baru tersebut di masa depan.

“Jadi proses menjadikan Geo Dipa sebagai holding bisa lebih mudah dan sederhana,” tegas Fabby.

Pahala N Mansury, Wakil Menteri BUMN,  sebelumnya mengatakan institusi gabungan nanti akan dimiliki bersama Pertamina, PLN dan pemerintah sehingga bisa diperoleh sinergi yang optimal. Holding tersebut nanti akan memiliki keunggulan dari masing-masing badan usaha serta diyakini akan memiliki kapasitas dan kemampuan yang mumpuni untuk tumbuh menjadi lebih besar guna mengembangkan potensi panas bumi yang besar di Indonesia.

“Karena menggabungkan keunggulan dalam pengembangan atau drilling, transmisi energi ke penggunanya dan pendanaan,” ungkap Pahala.

Dengan keberadaan gabungan tiga perusahaan tersebut, kata dia, pemerintah bermaksud untuk membentuk badan usaha pengelola panas bumi terbesar di dunia dengan kapasitas terpasang yang dikelola merupakan kapasitas terpasang terbesar.

“Gabungan perusahaan geothermal akan menjadi terbesar di dunia dalam installed capacity pembangkit geothermal,” kata Pahala.

Dia menambahkan jika tidak ada halangan  pemerintah menargetkan pembentukan holding panas bumi ini bisa rampung pada tahun ini. “Ini merupakan inisiatif pengembangan energi baru dan terbarukan yang sesuai rencana akan diselesaikan prosesnya pada tahun ini,” kata Pahala.

Geo Dipa saat ini memiliki dua pembangkit listrik panas bumi (PLTP), yaitu PLTP Dieng berkapasitas 60 megawatt (MW) yang tersambung ke jaringan Jawa-Madura-Bali melalui sistem interkoneksi. Selain itu, untuk memenuhi target usaha, Geo Dipa juga meningkatkan serta pengembangan kapasitas proyek Dieng 2 dan 3, masing-masing berkapasitas 55 MW.

Selain Dieng, Geo Dipa juga memiliki PLTP berkapasitas 60 MW di Gunung Patuha. Saat ini Geo Dipa memformulasikan rencana pengembangan PLTP Patuha Unit 2 dan Unit 3 masing-masing dengan kapasitas 55 MW yang merupakan pengembangan Proyek Patuha Unit 1.(RI)