BANDUNG – Petronas perusahaan migas asal Malaysia dikabarkan jadi salah satu peminat baru pengembangan blok East Natuna, ladang gas terbesar di Indonesia.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menyatakan sudah menerima ketertarikan Petronas tersebut dan akan langsung menjembatani pembicaraan dengan PT Pertamina (Persero) yang merupakan operator di Blok East Natuna.

“Mereka (Petronas) berminat, tapi harus negosiasi ke Pertamina juga,” kata Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas ditemui disela menghadiri media gathering di Bandung, Selasa malam (4/10).

Keterlibatan Pertamina memang jadi syarat wajib yang harus dipenuhi setiap peminat pengembang blok East Natuna. Pemerintah bahkan memberikan penugasan khusus kepada Pertamina untuk kembangkan East Natuna.

Sudah lebih dari lima tahun memang tidak ada lagi kelanjutan pengembangan blok East Natuna. Hal ini seiring keputusan ExxonMobil dan PTT EP yang sebelumnya merupakan bagian dari konsorsium East Natuna bersama Pertamina dan PTT EP memilih hengkang dan tidak melanjutkan kerja sama.

Blok East Natuna memiliki kandungan gas yang sangat besar, 222 Tcf initial gas-in-place (IGIP) yang membuatnya menjadi undeveloped gas field terbesar di Asia Tenggara. Namun, kandungan gas yang besar tersebut datang dengan tantangan yang juga besar, dimana kandungan CO2-nya sangat tinggi (lebih dari 70%, merupakan single accumulation CO2 terbesar di dunia). Dengan kondisi tersebut, Blok East Natuna diperkirakan memiliki sumberdaya kontingen sebesar 46 Tcf, atau hampir sama dengan total cadangan gas Indonesia (55 Tcf 2P di awal 2020).

Selain kandungan CO2 yang tinggi, tantangan lain dari pengembangan blok East Natuna adalah lokasinya yang terpencil; jarak dari Blok East Natuna ke pulau Natuna mencapai 225 km dan jarak ke Pulau Sumatera mencapai 1.000 km.

Menurut Dwi, Petronas jadi salah satu Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) paling aktif di tanah air. Beberapa proyek yang saat ini dikerjakan Petronas misalnya proyek Ketapang, Kemudian Petronas mampu realisasikan tambahan di Lapangan Bukit Tua. Kemudian baru pengembangan di Blok North Madura, ada lapangan Hidayah. Kemudian Petronas juga ada di Andaman sama Repsol. “Kita juga akan segera dorong kembangkan East Natuna,” ujar Dwi.

Menurut dia teknologi saat ini memang berkembang dengan pesat dan bisa membantu untuk bisa mengembangkan blok East Natuna. Salah satu mangkraknya pengembangan East Natuna adalah ketersediaan teknologi. ExxonMobil yang dulunya mitra Pertamina dan sebagai operator karena memiliki teknologi pisahkan gas yang kandungan CO2-nya sangat tinggi.

Namun kini teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) makin berkembang dan memang jadi salah satu strategi pemerintah untuk menekan emisi dari kegiatan hulu migas. Selain itu tingginya CO2 di lapangan migas dengan adanya CCUS menjadi potensi ekonomi baru.

Petronas kata Dwi juga saat ini tengah menggarap ladang gas yang memiliki kandungan CO2 tinggi.

“Dengan adanya sudah bisa ada CCUS maka sekarang CO2 tinggi sudah ada titik terang untuk menangani. Malaysia sendiri proyek CO2 juga, kandungan CO2 sekitar 70%,” ujar Dwi. (RI)