JAKARTA – Pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengalihkan penugasan distribusi solar subsidi PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) kepada PT Pertamina (Persero) di sisa akhir tahun 2019. Ini ditetapkan lantaran AKR sudah tidak lagi menjual solar bersubsidi sejak Mei 2019.

M Fanshurullah Asa, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas),mengungkapkan keputusan pengalihan distribusi solar bersubsidi baru saja ditetapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif setelah sebelumnya juga ditetapkan dalam sidang komite BPH Migas.

“Sudah (dialihkan), sudah sidang komite, kalau tidak salah sejak Senin 11 November,” kata Fanshurullah di Jakarta, Rabu (20/11).

Menurut Fanshurullah, AKR sempat menyalurkan solar subsidi sekitar 75 ribu kiloliter (KL), dengan demikiam sisa kuota yang dimiliki AKR akan didistribusikan ke Pertamina. Peralihan kuota ini cukup membantu Pertamina ditengah tren peningkatan konsumsi solar pada tahun ini.
Adapun jumlah volume kuota solar subsidi AKR pada tahun ini mencapai 234 ribu KL. Sehingga sisa volume solar yang dialihkan ke Pertamina sebesar 159 ribu KL.

“Jadi ini kan bantu Pertamina juga untuk penyaluran. Jadi nambah kuota pertaina lagi kan,” ujarnya.

Lebih lanjut Fanshurullah menjelaskan bahwa pengalihan tugas distribusi solar subsidi hanya pada tahun ini, untuk tahun depan AKR masih berkesempatan untuk ikut salurkan BBM solar subsidi. “Kalau penugasannya kan sudah jelas masih ada lima tahun. kalau kuotanya nanti kita lihat,” kata Fanshurullah.

AKR bersama Pertamina menjadi dua badan usaha yang mendapatkan penugasan menyalurkan solar bersubsidi hingga lima tahun ke depan. Hanya saja kuota Pertamina jauh lebih besar dibanding AKR.

AKR sejak 12 Mei 2019 tidak lagi menjual solar bersubsidi. Setidaknya ada 58 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) yang terkena dampak penghentian penjualan solar ke nelayan.

AKR sendiri mengaku rugi dengan penugasan distribusi solar. AKR mengklaim formula harga solar tidak sesuai dengan keekonomian.

Formula harga solar ditetapkan pada Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 62 K/10/MEM/2019. Aturan tersebut ditetapkan pada 2 April 2019. Kepmen tersebut menyatakan, harga dasar jenis BBM tertentu dan jenis BBM khusus penugasan ditetapkan berdasarkan biaya perolehan yang dihitung secara bulanan pada periode tanggal 25 sampai dengan tanggal 24 bulan sebelumnya, biaya distribusi, dan biaya penyimpanan serta margin. Adapun formula harga dasar solar (Gas Oil) adalah 95% HIP Minyak Solar (Gas Oil) + Rp 802,00/liter.

Formula harga dasar ini juga dapat dievaluasi sewaktu-waktu dengan mempertimbangkan realisasi faktor yang mempengaruhi penyediaan dan pendistribusian jenis BBM tertentu.(RI)