JAKARTA – Transisi alih kelola blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) ke Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) dalam bentuk kegiatan pengeboran dipastikan tidak akan terjadi. Pertamina diharuskan menunggu jika mau berinvestasi guna menjaga produksi minyak di sana hingga kontrak Chevron benar-benar berakhir pada Agustus 2021 mendatang.

Untuk itu PHR hanya bisa melakukan beberapa persiapan jelang alih kelola salah satunya adalah mempercepat transfer data eksplorasi dan eksploitasi lapangan utama agar bisa segera menyiapkan kegiatan pengeboran 44 sumur di Blok Rokan.

Yudantoro, Direktur Utama PHR,  menargetkan pengeboran diharapkan bisa langsung dilakukan setelah kontrak Chevron benar-benar berakhir 9 Agustus 2021.

Komunikasi intensif ke pihak Chevron terus dilakukan Pertamina agar transisi berjalan lancar sehingga bisa menjaga produksi di Blok Rokan dan menahan natural decline rate atau penurunan alamiah dengan melakukan pemboran sesuai target.

“PHR akan memastikan persiapan pemboran pada Agustus sampai Desember 2021 dapat berjalan lancar. Karenanya terus dilakukan komunikasi intensif dengan Chevron agar proses transfer data, informasi prosedur (SOP) maupun penyiapan lahan dapat berjalan cepat, tanpa kendala yang berarti,’ kata Yudantoro, Senin (21/9).

Bentuk transisi lainnya yang sedang dilakukan saat ini adalah proses konstruksi penggantian pipa “trunk line” sepanjang kurang lebih 364 km yang membawa minyak mentah dari lapangan Rokan ke tangki penampungan di Dumai, yang selanjutnya dapat menjadi supplai untuk proses pengolahan produk di Kilang Pertamina Dumai.

Yudantoro menambahkan, PHR juga tengah mempersiapkan transisi pekerja Chevron yang nantinya akan diberdayakan di PHR maupun di Pertamina sesuai ketentuan yang berlaku, seperti pekerja di blok alih kelola lainnya yang sudah pernah ditangani Pertamina sebelumnya.

“Dengan dukungan seluruh stakeholder, kita semua berharap transisi di Blok Rokan bisa berjalan dengan baik sehingga bisa menjaga produksi migas untuk mendorong ketahanan dan kemandirian energi nasional,” kata Yudantoro.

Chevron seharusnya melakukan kegiatan pengeboran pada November 2020. Saat ini ada satu hal yang harus disepakati terlebih dulu yakni besaran biaya pemulihan Tanah Terkontaminasi Minyak (TTM) dan Abondanment Site Restoration (ASR).

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan pemerintah menargetkan kegiatan nyata di Rokan dalam bentuk pengeboran sudah bisa dilakukan pada November 2020.

“Semua yang dibor November 2020, sebelum 2021. November sudah mulai kegiatan,” kata Arifin.

Sebelumnya angka atau besaran nilai TTM dan ASR telah ada, namun ada permintaan untuk dilakukan audit lebih lanjut sebelum Chevron membayarkan kewajibannya.

Dalam catatan Dunia Energi, hingga 2019 ada 10 perusahaan migas penyumbang limbah terbesar dan Chevron bertengger di urutan pertama dengan total limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) mencapai 30.790,6 ton. Ada tiga kategori limbah yang dihasilkan perusahaan migas, dan tergolong dalam limbah B3. Pertama adalah tanah terkontaminasi, limbah sisa produksi, lalu ada limbah susa operasi. Chevron di Blok Rokan menghasilkan limbah B3 terbanyak dengan kategori tanah terkontaminasi yang mencapai 27.275,6 ton lalu limbah sisa operasi sebanyak 3.515 ton.(RI)