JAKARTA – Standar Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan (K3LL) yang tinggi tidak hanya berdampak positif pada operasional hulu migas yang optimal agar penyelesaian proyek sesuai perencanaan tapi juga dapat meningkatkan kepercayaan pihak asuransi sehingga memicu premi asuransi yang lebih kompetitif dan pada akhirnya meningkatkan efisiensi industri hulu migas.

Eka Bhayu Setta. Kepala Divisi Strategi Bisnis, Manajemen dan Perpajakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengungkapkan bahwa aktivitas eksplotasi dan produksi akan meningkat, seiring dengan target produksi migas yang dipatok terus meningkat.

Peningkatan kegiatan hulu migas akan meningkatkan kebutuhan terhadap jaminan asuransi, sehingga akan membutuhkan tambahan biaya asuransi. Pengelolaan operasional dan keselamatan hulu migas yang baik serta risk management yang berkesinambungan serta penerapan good engineering practice diharapkan dapat berdampak pada peningkatan kualitas risiko dan berdampak pada premi asuransi yang lebih efisien.

“Kami bersyukur dapat menyakinkan kepada kawan-kawan asuransi bahwa industri hulu migas standar pengelolaan dan keselamatan terus meningkat. Dampaknya premi yang dikenakan menjadi semakin kompetitif dan mendukung daya saing industri hulu migas,” kata Bhayu, Kamis (15/7).

Syah Amondaris, Direktur Bisnis Strategi JASINDO, menyatakan beban biaya asuransi di industri hulu migas terus menurun, yang menunjukkan makin rendahnya exposure resiko di sektor ini.” Sebagai contoh biaya asuransi dalam pekerjaan pengeboran dan pemeliharaan sumur kecenderungannya terus menurun. Di tahun 2012, biaya asuransi untuk pekerjaan pemboran sumur mencapai rata-rata sekitar Rp 70 juta, di tahun 2020 menjadi rata-rata kurang dari Rp 20 juta per sumur.

“Untuk pekerjaan pemeliharaan jika di 2012 masih berada rata-rata diatas Rp 30 juta, di tahun 2020 sudah kisaran Rp 20 juta,” ungkap Syah.

Diwe Novara, Wakil Ketua Bidang Pemasaran Asuransi AAUI, menuturkan bisnis asuransi di sektor hulu migas masih besar, karena saat ini kemampuan perusahaan asuransi nasional dalam konsorsium di hulu migas hanya mampu meng-cover nilai aset sampai US$ 4 miliar, sedangkan potensinya sekitar US$ 38 miliar.

“Ada persyaratan ketat dari otoritas jasa keuangan (OJK), salah satunya porsi maksimal pembiayaan asuransi di hulu migas adalah 10% dari kemampuan perusahaan asuransi. Program meningkatkan produksi  1 juta barrel minyak dan 12 BSCFD gas di tahun 2030 adalah peluang bagi industri asuransi nasional agar jangan sampai justru perusahaan re-asuransi di luar negeri yang lebih banyak menikmati,” kata Diwe.(RI)