JAKARTA – Analis menilai seluruh harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi wajar dinaikkan seiring perkembangan harga minyak global. Apalagi pengguna BBM nonsubsidi, mulai dari Pertamax, Pertamax Turbo, dan Pertamina Dex, adalah kelompok masyarakat menengah atas yang mengonsumsi BBM berkualitas dan ramah lingkungan.

Piter Abdullah, Research Director Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, mengatakan kenaikan harga BBM nonsubsidi juga tidak mengganggu daya beli masyarakat. Penyesuaian harga BBM berkualitas yang ramah terhadap lingkungan itu tidak banyak berdampak pada indikator ekonomi makro. “Harga Pertamax idealnya naik sesuai harga keekonomiannya,” kata Pieter, Selasa (15/3/2022).

Tahun ini, Pertamina telah dua kali menaikkan harga BBM nonsubsidi jenis Pertamax Turbo, Pertamax Dex, dan Dexlite, untuk menyesuaikan kenaikan harga minyak dunia yang mencapai lebih dari US$100 per barel. Kenaikan pertama ada 12 Februari 2022 harga Pertamax Turbo (RON 98) dijual Rp13.500 per liter, Pertamina Dex Rp13.200 per liter, dan Dexlite pada harga Rp12.150 per liter. Sebelumnya harga Pertamax Turbo hanya dijual Rp12.000 per liter, Dex Rp 11.050 per liter, dan Dexlite Rp9.500 per liter.

Pada 3 Maret 2022, Pertamax Turbo dijual Rp14.500 per liter, Pertamina Dex (CN 53) menjadi Rp13.700 per liter, dan Dexlite (CN 51) menjadi Rp12.950 per liter untuk wilayah DKI Jakarta atau daerah dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) 5%.

Namun, Pertamina tidak menaikkan harga Pertamax. Bahkan, sejak lebih dari tiga tahun terakhir harga Pertamax tidak naik.

Menurut Piter, harga BBM jenis Pertamax—sama seperti Pertamax Turbo dan Pertamina Dex tidak disubsidi pemerintah– sangat wajar harganya disesuaikan. Apalagi harga Pertamax yang saat ini dijual Rp9.000 per liter, jauh lebih murah dibandingkan produk RON 92 lainnya dari pesaing yang dijual dikisaran Rp12 ribuan per liter.

Piter menjelaskan harga BBM nonsubsidi wajar dinaikkan mengikuti harga pasar. Namun, Pertamina adalah BUMN yang tidak semata berorientasi bisnis sehingga harus mempertimbangkan pula kepentingan nasional dan kepentingan masyarakat.

Pertamina membuktikan itu dengan memastikan harga Pertalite (RON 90) tidak naik meski harga minyak mentah dunia terus melonjak akibat konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina. Keputusan tidak menaikkan harga Pertalite diambil untuk menjaga stabilitas ekonomi dan daya beli karena masyarakat banyak menggunakan Pertalite.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada 2021 realisasi konsumsi Pertalite sebesar 23 juta kiloliter dan merupakan BBM jenis Bensin yang paling banyak dikonsumsi masyarakat. Konsumsi Pertalite mencapai 78%, di antara BBM jenis Bensin lainnya, seperti Pertamax, Pertamax Turbo, dan Premium.

Piter mengatakan Pertamina tentu harus menjaga ketersediaan pasokan (supply) dan juga mematuhi kebijakan pemerintah terkait harga jual BBM agar tetap terjangkau dan tidak memberatkan masyarakat. “Selama yang naik bukan BBM bersubsidi, Premium, dan bukan juga Pertalite, kenaikan harga BBM tidak banyak berdampak ke inflasi,” ujar doktor ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ini.

Ali Ahmudi Achyak, Direktur Eksekutif Center for Energy and Food Security Studies (CEFSS), mendukung penyesuian harga BBM nonsubsidi karena pemakainya adalah kelas menenga atas. Konsumen yang menggunakan BBM nonsubsidi minimal kadar oktan 92 telah memahami makna BBM berkualitas. “Penggunaan BBM dengan RON lebih tinggi selain berdampak pada kinerja mesin dan ramah lingkungan, juga semakin mengurangi beban subsidi pemerintah pada BBM berkadar oktan rendah,” ujarnya.

Menurut Ali, Pertamina sebagai BUMN energi yang bertanggung jawab terhadap ketersediaan BBM di Indonesia harus cerdas dan kreatif melakukan penyesuaian kebijakan internal maupun eksternal seperti fisiensi, diversifikasi produk, penyesuaian harga BBM nonsubsidi, dan lain-lain. Fungsi ganda BUMN sebagai “entitas bisnis” yang profit oriented dan PSO (Public Service Obligation) untuk menjaga kepentingan masyarakat luas harus dijalankan secara seimbang dan proporsional.

“Di sinilah peran Pemerintah untuk mengatur BUMN menjadi sangat penting dan stratgis. Salah satu strategi yang paling mungkin dilakukan Pertamina saat ini adalah dengan menaikkan harga BBM nonsubsidi,” ujarnya.

Arya M Sinulingga, Staf Khusus Menteri BUMN, sebelumnya meminta para pemilik mobil mewah untuk tidak memakai BBM jenis Pertalite, mengingat produk itu ditujukan kepada masyarakat menengah ke bawah. Dia meminta agar bahan bakar untuk masyarakat menengah ke atas yang memiliki kendaraan mewah tidak lagi disubsidi oleh pemerintah.

Menurut Arya, BBM dengan spesifikasi oktan tinggi harus mengikuti harga pasar. Apabila BBM untuk kendaraan mewah itu dibebankan kepada masyarakat menengah ke bawah, situasi tersebut menjadi tidak adil.

“BBM yang tidak disubsidi itu diberikan mengikuti mekanisme pasar, ini yang kami harapkan, dan ada kesadaran bagi mereka pemilik mobil mewah ini bersiap mengikuti harga pasar,” katanya. (RA)