TANGERANG – Pemerintah kembali menjanjikan perbaikan iklim investasi. Kali ini aturan perpajakan untuk sistem kontrak bagi hasil gross split rencananya akan direvisi. Pembahasan revisi sudah masuk tahap final dan ditargetkan bisa diterbitkan dalam waktu dekat.
Djoko Siswanto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mengungkapkan revisi aturan perpajakan untuk kontrak gross split jadi signal bahwa pemerintah terus berbenah demi meningkatkan gairah investasi sektor hulu migas.
“Saat ini kami sedang merevisi aturan gross split untuk perpajakannya. Secara spesifik yang direvisi misalnya, indirect tax, DMO Fuel Price. Monitoring dan evaluasi berdasarkan satu paramater saja itu investasi dan dilakukan oleh Kementerian ESDM bersama SKK Migas tidak melibatkan Kementerian Keuangan,” jelas Djoko disela Plenary Session IPA Convex 2025 bertema Energy Resilience Strategy and The Role oil and gas di ICE BDS, Selasa (20/5).
Lebih lanjut, Djoko menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menutup diri terhadap berbagai masukan dari berbagai pihak. Untuk itu aturan bakal terus diperbaharui mengikuti masukan para stakeholder. Sejak 2019 sudah ada 46 kontrak migas yang menggunakan skema gross split.
Menurut dia sudah ada beberapa kali perubahan skema kontrak yang semuanya adalah hasil pembahasan bersama kontraktor. “Awalnya gross split terlalu banyak variabel untuk dapatkan insentif. Kenapa ga dibuat simple. Kami realisasikan itu. Sampai sekarang tidak ada feed back lanjutan. Artinya mereka senang dengan rezim baru,” ungkap Djoko.
Sementara itu, Tri Winarno, Plt Dirjen Migas Kementerian ESDM, menjelaskan kemudahan berbisnis di Indonesia bisa dilihat dari inisiatif pemerintah yang mau memberikan bagi hasil lebih kepada kontraktor terutama untuk pengelolaan blok-blok migas di wilayah frontier.
“Indonesia mencoba lebih atraktif terutama di gas. Misalnya, kontraktor bisa menerima bagi hasil 50% atau lebih. IRR lebih dari 15-17%. Perizinan dipercepat, kami coba lebih atraktif, dan kurangi birokrasi,” ungkap Tri.
Salah satu pihak yang paling membutuhkan kemudahan dalam berinvestasi adalah Pertamina. Sebagai kepanjangan tangan pemerintah untuk menyalurkan kebutuhan energi masyarakat, Pertamina membutuhkan berbagai dukungan, termasuk utamanya dari pemerintah melalui penerapan regulasi yang mendukung investasi.
Oki Muraza, Senior Vice President Technology Innovation PT Pertamina (Persero), menuturkan strategi bisnis Pertamina sudah sejalan dengan road map pemerintah untuk mencapai ketahanan energi.
“70% capital Expenditure 5 tahun ke depan untuk ketahanan energi. Ini sejalan dengan visi pemerintah untuk ketahanan energi. Ini sudah align dengan Pertamina, tingkatkan produksi, tapi diwaktu yang sama kita coba bisnis baru expanding geothermal, lalu Carbon Capture Storage dan lainnya,” jelas Oki.
Komentar Terbaru