JAKARTA – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menjamin keberlanjutan investasi di wilayah perbatasan perairan perbatasan negara, salah satunya di perairan Natuna.

Salah satu investasi yang sedang dikembangkan adalah sektor migas dimana kegiatan eksplorasi produksi saat ini sedang dilakukan Premiere Oil, perusahaan migas asal Inggris. Premiere Oil tentu meminta kepastian hukum dan investasi dari pemerintah lantaran dari segi geopolitik wilayah tersebut rawan terjadi konflik karena berbatasan langsung dengan negara lain seperti Vietnam.

Purbaya Yudhi Sadewa, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenko Marves, mengatakan pemerintah sudah memberikan surat kepastian hukum beroperasi kepada Premiere Oil yang tengah beroperasi di Blok Tuna.

“Mereka minta kami terbitkan itu wilayah Indonesia dan jaga itu. Kami keluarkan surat itu sampai saat ini. Satu dua bulan saja kok. Keluar suratnya,’ kata Purbaya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (9/6).

Blok Tuna memiliki dua lapangan migas yakni Singa Laut dan Kuda Laut. Sebelum komposisi hak partisipasi berubah, Premier Oil mendapatkan hak kelola sebesar 65% pada Maret 2017. Sisanya dipegang oleh Mitsui sebesar 25% dan GS Energy sebanyak 15%. Pada tahun 2014 Premiere Oil menemukan tambahan potensi sumber daya cadangan mencapai 100 juta barel setara minyak (MMBOE).

Permier Oil diketahui terpaksa menunda kegiatan di sana, termasuk rencana untuk melakukan pengeboran sumur eksplorasi. Adapun keputusan tersebut diambil karena harga minyak sedang anjlok selama pandemi Covid-19. Kondisi itu juga menjjadi momentum bagi Premiere untuk meminta kepastian keberlangsungan investasinya. Premier Oil telah mendapat perpanjangan masa eksplorasi selama satu tahun sejak akhir 2019.

SKK Migas sebelumnya pernah menyarankan agar Premier Oil memiliki mitra untuk mengelola Blok Tuna. Pasalnya, pengembangan Blok Tuna beresiko tinggi karena berbatasan dengan Laut Cina Selatan. Dengan bermitra diharapkan bisa kurangi risiko usaha.(RI)