JAKARTA – Pemerintah diminta lebih tegas kepada PT Vale Indonesia, Tbk (INCO) untuk mengikuti aturan main tata kelola tambang mineral di tanah air, termasuk saat negosiasi perpanjangan kontrak yang saat ini sedang berlangsung. Ketegasan itu diperlukan pasalnya kewajiban investasi pada hilirisasi nikel yang diamanatkan sejak lama baru digenjot dalam beberapa tahun terakhir itu pun saat komoditas nikel menjadi primadona seperti sekarang.

Bisman Bakhtiar, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (PUSHEP) menyatakan bahwa jika diperhatikan lagi Vale boleh dibilang telah terlambat dalam meningkatkan investasi nikel meski telah beroperasi puluhan tahun di Indonesia.

“Vale termasuk yang sudah lama beroperasi, namun jika dikatakan terlambat dalam memenuhi komitmen dalam kontrak karya, iya,” kata Bisman di Jakarta, Rabu (20/7).

Menurutnya, pemerintah perlu tegas dalam menagih komitmen perusahaan pertambangan yang tercantum dalam kontrak karya. Langkah ini diperlukan agar Negara dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan publik.

Bisman menganjurkan agar pemerintah segera mengambil hak pengendalian Vale melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebab, eksekutif perlu mengambil langkah strategis bagaimana agar menjadi pengendali emiten berkode INCO tersebut.

“Termasuk bagaimana kesiapan dan kemampuan BUMN untuk mengakuisisi saham Vale atau jika memungkinkan tidak diperpanjang kontrak dengan Vale dan beralih kelola ke BUMN. Jadi lebih baik BUMN fokus dan serius mempersiapkan diri untuk secara penuh mengelola tambang agar kembali ke Ibu Pertiwi,” ujar Bisman.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir sempat mengungkapkan Vale Indonesia tidak mempercepat investasinya meski telah beroperasi selama puluhan tahun. Perusahaan baru memperbesar investasi pada pertambangan nikel dalam beberapa tahun terakhir.

“Vale sudah berkecimpung lama di Indonesia, namun tidak mempercepat investasinya, baru sekarang ketika nikel meledak,” kata Erick, Senin, (17/7).

Dia cukup menyayangkan langkah Vale yang baru saja meningkatkan investasi di hilirisasi nikel saat komoditas itu tengah naik daun.

“Masa hilirisasi ini kita terhambat puluhan tahun, kita mengirim barang mentah ke seluruh dunia. Kapan kita menjadi kaya? Nah, jangan sampai kembali ketika momentum ini besar, baru berlomba-lomba, ya tidak ada komitmen. Kita harus memiliki target-target untuk kemajuan bangsa kita,” ujar Erick.

Dia menyebut BUMN ingin memiliki porsi yang lebih besar di Vale Indonesia, sehingga Indonesia memiliki perusahaan tambang yang setara dengan perusahaan tambang lain.

“Kita ingin jika memungkinkan, BUMN memiliki porsi yang lebih besar di Vale, dan ada relinquish, sehingga juga setara dengan perusahaan-perusahaan pertambangan lain. Namun, ini masih dalam proses negosiasi,” ujar Erick. (RI)