JAKARTA – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana untuk meningkatkan kewajiban untuk memasok batu bara untuk kebutuhan dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO).

Arifin Tasrif, Menteri ESDM, mengungkapkan peningkatan DMO batu bara sangat dimungkinkan untuk mengantisipasi peningkatan konsumsi batu bara dalam negeri. Saat ini regulasi untuk memayungi kebijakan tersebut sedang disiapkan dalam bentuk Peraturana Menteri (Permen).

“Ada usulannya tapi lihat dari konsumsi. Kita lihat kebutuhannya,” kata Arifin ditemui di Yogyakarta, Jumat (25/3).

Saat ini aturan yang berlaku adalah adanya kewajiban untuk memasok batu bara sebanyak 25% dari produksi.

Pemerintah kata Arifin, memproyeksi adanya peningkatan kebutuhan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri untuk itu disiapkan regulasi untuk mengamankan pasokan.

“Memang dilihat tren ke depan naik atau nggak, tren untuk listrik industri dalam negeri,” ujar Arifin.

Untuk harga, pemerintah memastikan tidak akan ada perubahan berarti. Arifin menegaskan meskipun DMO nanti jadi ditingkatkan harga batu bara untuk dalam negeri tidak akan berubah atau tetap dipatok seperti kondisi sekarang ini dimana untuk pembangkit listrik US$70 per ton serta untuk industri kecuali smelter US$90 per ton.

“Harga udah diatur, tetap US$70 per ton, industri kecuali smelter US$90 per ton,” tegas Arifin.

Realisasi DMO batu bara per Desember 2021 mencapai 133 juta ton. Merujuk data Kementerian ESDM, realisasi DMO ini setara 96 persen dari target yang mencapai 138 juta ton.

Selama lima tahun terakhir, realisasi DMO batu bara yang berhasil mencapai target 25% hanya terjadi pada 2018. Tercatat, realisasi DMO batu bara pada tahun itu sebesar 155,08 juta ton dari total produksi 557,77 juta ton. Artinya, realisasi DMO mencapai 27,8% pada 2018. Pada 2017, realisasi DMO sebesar 21%. Tercatat ada 97,03 juta ton batu bara yang dijual ke PLN dari total produksi sebesar 461,36 juta ton.

Sementara pada 2019, realisasi DMO sebesar 22,5% (138,42 juta ton dari produksi 616,16 juta ton). Kemudian nilainya naik menjadi 23,3% pada 2020 (131,89 juta ton dari produksi 565,69 juta ton). (RI)