JAKARTA – Aksi mogok kerja yang rencananya akan dilakukan oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) mulai 29 Desember hingga 7 Januari 2022 dinilai tidak tepat dan berlebihan.

Dadan Suryana, Ketua Aliansi Pekerja Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), menilai dengan gaji besar bahkan hingga puluhan juta rupiah, wajar jika banyak pihak mempertanyakan urgensi para pekerja PT Pertamina yang tergabung dalam FSPPB ini melaksanakan aksi mogok.

“Aneh saja saya kira, gaji mereka ada yang sampai 70 juta sebulan, lalu bikin aksi mogok seperti itu, saya pikir janggal saja,” kata Dadan (29/12).

Dadan menduga, tuntutan FSPPB yang meminta agar Menteri BUMN Erick Thohir untuk mencopot Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dari jabatannya terkesan sangat politis.

“Jangan sampai deh, aksi ini karena ada yang pengen jabatan Dirut di Pertamina, ya jangan begitulah,” ujar Dadan.

Dadan menyarankan agar rekan-rekannya di FSPPB berpikir ulang untuk melaksanakan mogok kerja tersebut. Apalagi, akibat dari aksi mogok itu bukan tidak mungkin akan berdampak pada menurunnya kinerja perusahaan.

“Ini kan tempat kita cari makan, mereka gaji besar enak, tabungan banyak. Kita disini yang gaji pas-pasan sempat Pertamina ini gak jalan gara-gara mereka mogok kerja, kitanya gimana coba? Coba pikir-pikir lagi deh, banyak-banyakin bersyukur lah hidup ini mah,” jelas Dadan.

Kondisi antara manajemen Pertamina dan FSPBB memanas sejak pekan lalu ketika FSPBB menyatakan akan menggelar mogok pada 17 desember lalu. Aksi mogok kerja akan berlangsung hingga 7 Januari 2021 pukul 16.00 WIB. Demikian pernyataan FSPPB seperti tertuang dalam surat nomor 113/FSPPB/XII/2021-TH% tanggal 17 Desember 2021 perihal Pemberitahuan Mogok Kerja. Surat tersebut ditujukan kepada Direktur Utama PT Pertamina (Persero) dan Menteri Ketenagakerjaan.

Dalam surat yang ditandatangani Presiden FSPPB Arie Gumilar menyatakan, aksi mogok kerja dilakukan dengan berdasarkan Undang-Undang (UU) No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 137 yang mengatur tentang Mogok Kerja Sebagai Hak Dasar Pekerja/Buruh dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh serta mengingat pasal 140 ayat 1 dan 2 yang mengatur tentang Mogok Kerja.

Dalam surat tersebut FSPPB juga menyatakan mogok kerja bisa diperpanjang sampai dengan dipenuhinya tuntutan Pekerja berdasarkan surat FSPPB kepada Menteri BUMN Republik Indonesia No.110/FSPPB/XII/2021-ON3 tertanggal 10 Desember 2021 perihal Permohonan Pencopotan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) dan surat FSPPB kepada Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No.111/FSPPB/XII/2021-ON3 tertanggal 10 Desember 2021 perihal Disharmonisasi Hubungan Industrial PT Pertamina (Persero).

FSPPB menyatakan mogok kerja akan diikuti oleh Pekerja Pertamina Group anggota Serikat Pekerja Pertamina yang menjadi anggota Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dan akan dilakukan di seluruh wilayah kerja PT Pertamina (Persero) holding dan subholding.

FSPPB dalam surat tersebut mengungkapkan, alasan dan sebab dilakukannua mogok kerja antara lain karena tidak tercapainya kesepakatan untuk melakukan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di PT Pertamina (Persero) antara Pengusaha dan Pekerja yang diwakili oleh FSPPB.

Selain itu, mogok kerja juga dipicu Pengusaha dan Pekerja yang diwakili oleh FSPPB gagal melakukan perundingan, dan tidak adanya itikad baik dari Direktur Utama untuk membangun Industrial Peace atau Hubungan Kerja yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.

Aksi mogok kerja ditempuh lantaran tidak diindahkannya berbagai upaya damai yang sudah ditempuh oleh FSPPB dan diabaikannya tuntutan kepada Menteri BUMN Republik Indonesia untuk mengganti Pimpinan atau Direktur Utama PT Pertamina (Persero) dengan yang lebih baik.