JAKARTA – Pemanfaatan energi panas bumi (geothermal) untuk hidrogen hijau dinilai merupakan peluang yang sangat menarik di masa depan. Di banyak negara, Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) digunaka sebagai sumber listrik untuk memproduksi hidrogen melalui proses elektrolisis. Hidrogen ini dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Dua di antaranya adalah untuk sektor transportasi dan petrokimia.

“Hidrogen hijau akan menjadi game changer untuk mencapai dekarbonisasi. Kita baru di tahap awal, masih belajar bagaimana memanfaatkan hidrogen hijau untuk skala komersial,” ujar Ahmad Yuniarto, Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), dalam Webinar bertajuk “Renewable Energy Invest in Indonesia 2022” yang diselenggarakan CSIS Indonesia dan Tenggara Strategics, Kamis (7/4/2022).

Ahmad mengatakan jalan untuk menuju ke sana masih panjang. Berbeda dengan sektor kelistrikan di mana PT PLN (Persero) sudah siap membeli uap panas dari pengembang geothermal. Di industri hidrogen pengembang harus membangun keseluruhan rantai nilai (value chains) untuk sampai ke konsumen akhir.

Ahmad menyampaikan bahwa PGE akan mengajak semua pihak di Indonesia untuk bersama mengembangkan hidrogen. Ada banyak keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan hidrogen. Selain mengurangi biaya energi dalam jumlah yang sangat besar dibandingkan dengan energi fosil, terutama ketika harga minyak mentah naik tinggi seperti saat ini, pemanfaatan hidrogen juga bisa mengurangi emisi karbon.
“Hidrogen sangat indah untuk dekarbonisasi,” kata Ahmad.

Sebagai gambaran, Jepang merupakan salah satu negara yang akan mengandalkan hidrogen dalam program dekarbonisasi pada 2050. Tahun lalu, Pemerintah Jepang mengalokasikan US$3 miliar (Rp43 triliun) hanya untuk riset mengenai alat pengangkutan hidrogen skala besar. Untuk mencapai netral karbon pada 2050, Jepang memperkirakan akan membutuhkan 20 juta ton hidrogen setiap tahunnya.

Berbagai pemanfaatan tersebut merupakan komitmen PGE untuk terus mengembangkan panas bumi dan memastikan implementasi Environment, Social, and Governance (ESG) menjadi bagian terintegrasi dari bisnis panas bumi PGE. Penerapan aspek-aspek ESG ini merupakan upaya dalam memberikan nilai tambah serta dukungan PGE pada program pemerintah terkait pemanfaatan energi baru terbarukan yang ramah lingkungan khususnya panas bumi.
Indonesia telah mencanangkan Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat dari itu dengan menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen pada 2030, dan target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025. Komitmen PGE dalam pengembangan energi panas bumi dapat berkontribusi dalam mencapai target pembangunan berkelanjutan goals ke-7 (energi bersih dan terjangkau), goals ke-8 (pekerjaan yang layak dan pengembangan ekonomi), dan goals ke-13 (penanganan pembahan iklim) pada Sustainable Development Goals (SDGs).