JAKARA– PT Toba Bara Sejahtra Tbk (TOBA), perusahaan di sektor pertambangan terintegrasi, mencatatkan kinerja keuangan mengilap sepanjang 2018. Hal itu dibuktikan dari raihan positif pendapatan perusahaan dari US$ 310,71 juta pada 2017 menjadi US$ 438,4 juta pada 2018.

Justarina Naiborhu, Presiden Direktur Toba Bara, dalam laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit, menyatakan pada 2018 perusahaan mencatatkan biaya pokok penjualan (COGS) sebesar US$ 314,35 juta, naik dari periode sama tahun sebelumnya yang tercatat US$ 216,6 juta. Dengan demikian, laba kotor meningkat menjadi US$ 124,09 juta dari US$94,1 juta.

Sementara itu, laba operasi naik menjadi US$ 102,35 juta dari US$ 63,6 juta. “Dipotong pendapatan keuangan, beban keuangan dan beban pajak, total laba tahun berjalan mencapai US$ 68,01 juta, naik dari US$ 31,37 juta,” tulis Justarina dalam laporan keuangan 2018 perseroan yang dipublikasikan dilaman Toba Bara.

Kinerja keuangan Toba Bara secara umum memang meningkat. Selain pendapatan dan laba bersih, perusahaan juga mencatatkan peningkatan total aset dari US$ 348,34 juta menjadi US$ 401,88 juta. Ini terdiri atas aset lancar  naik dari US$ 100,35 juta menjadi US$ 141,9 juta. Sedangkan aset tak lancar naik menjadi US$ 359,9 juta dari sebelumnya U$ 247,98 juta.

Sementara itu, total utang US$ 286,26 juta, naik dari US$ 173,54 juta. Ini terdiri atas utang jangka panjang US$ 170,3 juta menjadi US$ 107,76 juta. “Utang jangka pendek naik dari US$ 65,77 juta menjadi US$ 115,96 juta,” tulis Justarina.

Toba Bara Sejahtra beroperasi pada 2007. Awalnya didirikan dengan nama PT Buana Persada Gemilang lalu berubah nama menjadi PT Toba Bara Sejahtra pada 2010. Pada 6 Juli 2012, Perseroan resmi dicatatkan di Bursa Efek Indonesia sebagai perusahaan terbuka dengan jumlah saham sebesar 2.012.491.000 lembar dengan kode saham TOBA.

Perseroan merupakan salah satu produsen batu bara termal utama di Indonesia dengan lokasi di Sangasanga, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur yang memiliki luas konsesi area sekitar 7.087 hektar terdiri dari tiga  tambang. Total estimasi cadangan batu bara sebesar 147 juta ton dan sumber daya batu bara sebesar 236 juta ton berdasarkan laporan JORC per 2011 dan 2012. Ketiga konsesi tambang memiliki lokasi yang saling bersebelahan dan dioperasikan oleh tiga anak perusahaan, yaitu PT Adimitra Baratama Nusantara (ABN), PT Indomining (IM), dan PT Trisensa Mineral Utama (TMU).

Pada 2013, perseroan menambah lini usaha di bidang pengolahan minyak kelapa sawit dengan mengakuisisi PT Perkebunan Kaltim Utama I (PKU) demi penyelesaian tumpang tindih lahan. Guna memaksimalkan perkebunan kelapa sawit tersebut, perseroan membangun pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton per jam untuk memproses hasil perkebunan. Pabrik kelapa sawit telah beroperasi sejak pertengahan 2016.

Pada 2016, perseroan memulai proses diversifikasi usaha ke sektor kelistrikan melalui anak perusahaan PT Gorontalo Listrik Perdana (GLP) untuk pengembangan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 2x 50 megawatt (MW) di propinsi Gorontalo, Sulawesi. Pada awal 2017, anak perusahaan, PT Minahasa Cahaya Lestari (MCL) dibentuk untuk proyek berikutnya yakni PLTU, 2×50 MW di propinsi Sulawesi Utara, Sulawesi. (RA)