JAKARTA- PT Adaro Energy Tbk (ADRO) membukukan laba bersih US$ 417,7 juta pada 2018, turun 13,6% dibanding raihan 2017 sebesar US$ 483,3 juta. Penurunan laba bersih disebabkan kenaikan pada pos beban usaha, beban lain-lain biaya keuangan. Akibatnya, kenaikan pendapatan tidak diikuti dengan kenaikan laba usaha dan laba bersih.

Laporan keuangan yang dirilis Senin (4/3) menyebutkan, pendapatan Adaro sepanjang 2018 mencapai US$ 3,6 miliar, naik 11% dibanding realisasi 2017 sebesar US$ 3,2 miliar. Kenaikan pendapatan ditopang kenaikan harga rata-rata batu bara sebesar 5% dan produksi batu bara yang naik 4% menjadi 54,04 juta metrik ton.

Kenaikan pendapatan diikuti kenaikan beban pokok sebesar 14% menjadi US$ 2,4 miliar. Seiring dengan itu, laba kotor naik 6% menjadi US$ 1,2 miliar dibanding 2017 sebesar US$ 1,1 miliar. Namun, kenaikan beban usaha 6% menjadi US$ 194 juta dan lonjakan beban lain-lain dari US$ 6 juta menjadi US$ 124,3 juta membuat laba usaha Adaro turun. Laba usaha Adaro pada 2018 tercatat US$ 892 juta, turun 6% dibanding raihan 2017 sebesar US$ 952 juta.

Garibaldi Thohir, Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Adaro, mengatakan Adaro berhasil mencapai target dengan terus fokus pada keunggulan dan efisiensi operasional. Produksi batu bara tumbuh, margin yang tinggi bisa dipertahankan dan strategi pertumbuhan jangka panjang pada setiap pilar bisnis bisa dilaksanakan.

“Akuisisi terhadap Kestrel semakin meningkatkan portofolio produk dan membuka peluang bagi Grup Adaro,” ujar Garibaldi dalam keterangan tertulisnya, Senin.

Pada 1 Agustus 2018, Adaro bersama EMR mengakuisisi 80% kepemilikan atas Kestrel Coal Mine melalui Kestrel Coal Resources Pty Ltd. Sisa porsi kepemilikan atas Kestrel sebesar 20% dikuasai Mitsui Coal Australia. (AT)