JAKARTA– PT Adaro Energy Tbk (ADRO), emiten energi terintegrasi, mencatatkan laba bersih sepanjang semester I 2018 menjadi US$ 195,38 juta, turun 12,14% dari realisasi periode sama 2017 yang tercatat US$ 222,39 juta. Penurunan laba bersih dipicu peningkatan beban pokok penjualan sekitar 10% dari US$ 1,02 miliar menjadi US$ 1,12 miliar dan kenaikan beban keuangan dari US$ 26,07 juta menjadi US$ 29,74 juta.

“Beban pokok pendapatan naik yang terutama disebabkan oleh kenaikan biaya penambangan akibat kenaikan nisbah kupas maupun biaya bahan bakar minyak, serta kenaikan pembayaran royalti kepada Pemerintah Indonesia seiring kenaikan harga jual rata-rata,” ujar Garibaldi ‘Boy’ Thohir, Presiden Direktur Adaro Energi, dalam keterangan tertulis yang diterima Dunia-Energi, Kamis (23/8).

Padahal, pendapatan usaha Adaro pada periode Januari-Juni 2018 mencapai US$ 1,6 miliar, naik dari periode sama tahun lalu yang tercatat US$ 1,55 miliar. Raihan penjualan tersebut naik 3,84% year-on-year.

Bisnis penjualan batubara memberi kontribusi US$ 1,5 miliar atau sekitar 92% dari total pendapatan Adaro. Ini terdiri atas kontribusi pasar ekspor sebesar US$ 1,2 miliar dan pasar domestik US$ 281,4 miliar.

Garibaldi Thohir, Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk. (foto: Dunia-Energi)

Menurut Boy, pertumbuhan pendapatan didukung kenanaikan harga jual batu bara perseroan sekitar 9% year-on-year. Peningkatan ini mengikuti pergerakan harga global Newcastle.
Namun, secara operasional, volume produksi batubara perusahaan tercatat 24,06 juta, turun 4% year-on-year. Sedangkan penjualan turun 6% ke level 23,8 juta ton year-on-year. Faktor cuaca yang cenderung basah dituding sebagai penyebab perlambatan kinerja Grup Adaro.

“Kami memproyeksikan volume produksi dan penjualan akan meningkat pada semester II 2018 karena cuaca diperkirakan lebih baik. Produksi batubara sepanjang tahun ini kami tetap proyeksikan di level 54 juta-56 juta ton,” ujar Boy.

Sementara itu, terkait pengelolaan utang, Adaro Energi melakukan pembayaran utang bank sebesar US$ 141 juta pada semester I 2018, sehingga menurunkan porsi utang bank sebesar10% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menjadi US$1,17 miliar.

Perusahaan juga menjaga posisi likuiditas yang tinggi pada US$1,23 miliar, terdiri atas US$1,06 milair dalam bentuk kas, US$ 89 juta dalam bentuk aset keuangan yang tersedia untuk dijual, dan US$ 80 juta alam bentuk fasilitas pinjaman yang belum dipakai. Dengan posisi likuiditas ini, perusahaan akan dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang dari 2018 sampai 2021 dengan nilai rata-rata US$338 juta per tahun. (dr)