NEW YORK– Harga miinyak global turun lebih dari satu persen pada akhir perdagangan Rabu waktu setempat atau Kamis (6/9) pagi WIB. Hal ini dipicu penurunan terjadi setelah badai Gordon di Pantai Teluk Amerika Serikat menjauh dari kawasan produksi minyak dan kekhawatiran terhadap sengketa dagang dan krisis keuangan di Turki yang berisiko menekan permintaan minyak juga turut menjadi faktor penekan harga.

Minyak mentah berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober 2018 turun USD1,15 atau 1,65 persen menjadi menetap di USD68,72 per barel di New York Mercantile Exchange.

Sedangkan minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November 2018 turun 90 sen AS atau 1,15 persen menjadi ditutup pada USD77,27 per barel di London ICE Futures Exchange. Patokan global telah naik di sesi sebelumnya menjadi USD79,72 per barel, tertinggi sejak Mei.

Pada perdagangan pasca penutupan (post-settlement), kedua harga acuan tertekan lebih dalam setelah Institut Perminyakan Amerika (API) merilis data penurunan stok minyak mentah AS yang sedikit lebih kecil dari perkiraan.

Selasa (4/9) lalu, harga minyak mentah melejit akibat sejumlah perusahaan minyak AS menutup fasilitas perminyakan di laut (offshore) guna mengantisipasi datangnya Badai Tropis Gordon di AS. Namun demikian, pada Rabu (5/9), badai tersebut tidak berkembang menjadi badai siklon tropis. Karena itu perusahaan energi dan operator pelabuhan di Pantai Teluk AS kembali beroperasi kemarin.

Harga kemarin naik dalam antisipasi bahwa badai dapat menimbulkan kerusakan pada sektor produksi dan penyulingan, tetapi setelah semua dikatakan dan terjadi kami kehilangan sedikit produksi serta kilang-kilang di Mississippi dan Louisiana terus berjalan saat Gordon melakukan pendaratan,” kata Presiden Lipow Oil Associates Andrew Lipow seperti dikutip Reuters yang dilansir Antara.

Secara keseluruhan, perusahaan menghentikan 156.907 barel per hari produksi minyak, menurut perkiraan Selasa oleh Biro Keamanan dan Penegakan Lingkungan AS. Minyak juga melemah karena perselisihan perdagangan Amerika Serikat-Tiongkok meningkatkan kekhawatiran permintaan.

Presiden AS Donald Trump dapat mengenakan tarif pada lebih dari USD200 miliar impor dari Tiongkok setelah periode komentar publik tentang tarif baru berakhir pada Kamis (6/9). Mohammad Barkindo, Sekretaris Jenderal Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), mengatakan sengketa perdagangan global dapat merugikan permintaan energi di waktu mendatang.

“Ketakutan terhadap krisis keuangan Turki yang menyebar ke negara berkembang lain telah memicu kekhawatiran di sisi permintaan (minyak),” ujar Analis Energi Senior Interfax Energy Abhishek Kumar.

Sementara itu, sanksi AS terhadap ekspor minyak Iran yang akan berlaku pada November mendatang telah mengurangi ekspor dari negara produsen minyak terbesar ketiga di OPEC itu. Hal itu menyebabkan OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia, sepakat untuk mengerek produksinya.

“Dengan antisipasi sekitar 1,5 juta bph akan terkena imbas sanksi AS terhadap Iran, diperkirakan harga minyak bakal bergerak ke atas pada beberapa pekan ke depan,” ujar Stephen Innes, broker OANDA. (RA)