JAKARTA – PT Pertamina (Persero) mengklaim proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) atau pengembangan Kilang Balikpapan dikebut dan pada tahun ini ditargetkan progress-nya bisa mencapai 40%.

Fajriyah Usman, Vice President Corporate Communcation Pertamina, mengungkapkan saat ini Pertamina terus melakukan akselerasi pembangunan kilang, siang dan malam, sehingga dapat selesai lebih cepat dari yang ditargetkan.

“Pembangunan Kilang Balikpapan yang progress-nya sudah lebih dari 13%, tahun ini ditargetkan mencapai 40%. Target pembangunan Kilang Balongan dan Cilacap masing-masing 10%. Kami akan terus kebut, demi kepentingan nasional,” kata Fajriyah, Jumat (28/2).

Menurut Fajriyah, Kilang Balikpapan dan proyek kilang Pertamina lainnya akan menjadi jalan keluar dari besarnya impor BBM Indonesia selama ini. Pertamina menargetkan tidak lagi impor BBM pada 2026 dengan rampungnya seluruh proyek kilang. Nantinya kapasitas kilang yang saat ini satu juta barel per hari akan meningkat dua kali lipat menjadi dua juta barel per hari, sehingga Pertamina menargetkan memenuhi kebutuhan BBM dari kilang sendiri tanpa ketergantungan dengan impor.

Proyek RDMP Balikpapan, sejak Februari 2019 telah efektif memasuki tahap Engineering, Procurement & Construction (EPC) untuk unit ISBL (Inside Battery Limit) dan OSBL (Outside Battery Limit). Saat ini pun telah dilakukan pengadaan peralatan utama dan long lead item. Bahkan beberapa peralatan tersebut sudah berada di lokasi. Pekerjaan konstruksi pun terus berjalan dengan pembangunan tanki RFCC Feed tank, Stone Column & Piling work, serta temporary facility.

Secara bersamaan, sedang berlangsung pula proyek EPC Lawe-Lawe dan 7 proyek Early Work yang tak kalah pentingnya sebagai proyek pendukung RDMP Balikpapan. Kemajuan proyek lebih dari 13% ini telah menyerap sekitar 4.600 tenaga kerja.

Selain itu, Pertamina dan Mubadala, perusahaan investasi asal Uni Emirat Arab telah menandatangani perjanjian kerja sama dalam rangka memastikan percepatan pengembangan RDMP Balikpapan.

Proyek kilang menjadi magnet besar bagi investasi industri migas nasional. Ini ditandai dengan besarnya minat perusahaan kelas dunia untuk bisa bergabung bersama Pertamina mengerjakan proyek kilang.

Peoyek kilang Pertaamina yang akan diintegrasikan dengan pembangunan industri petrokimia yang memiliki potensi bisnis Rp40 triliun – Rp50 triliun per tahun sejalan dengan target Pertamina untuk menjadi pemain utama bisnis petrokimia di kawasan Asia Pasifik. Untuk itulah, kilang yang dibangun didesain dengan teknologi tinggi yang bisa mengolah jenis crude dari mana saja serta memiliki fleksibilitas tinggi untuk mengubah mode kilang menjadi petrokimia.

Besarnya peluang bisnis migas, menjadikan megaproyek RDMP dan GRR telah menarik para investor dunia untuk menanamkan modalnya, bahkan tak sedikit yang meminta menjadi mitra strategis.

“Pada Kilang Balikpapan saja ada sekitar 40 perusahaan yang meminta menjadi mitra kepada Pertamina, sehingga kita lakukan seleksi secara ketat. Begitu juga di kilang Balongan dan kilang lainnya,” kata Fajriyah dalam keterangan tertulisnya.

Negosiasi dengan mitra bisnis dan investor, tambah Fajriyah, berjalan dengan baik. Sejumlah MoU dan kesepakatan bisnis telah ditandatangani antara Pertamina dengan berbagai pihak, seperti ADNOC, Mubadala, Rosneft, K-Sure dan lain sebagainya.

“Negosiasi dengan Saudi Aramco juga masih terus berlanjut dan solusinya adalah menerapkan skema seperti pada Kilang Balikpapan dengan cara toll fee untuk kilang lama, namun tetap berpartner untuk kilang baru di Cilacap,” ungkap Fajriyah.

Pertamina dan Mubadala, perusahaan investasi asal Uni Emirat Arab telah menandatangani perjanjian kejasama dalam rangka memastikan percepatan pengembangan RDMP Balikpapan.

Adapun proyek RDMP Balongan, saat ini sudah menerapkan dual feed competition sehingga realisasi proyek bisa selesai satu tahun lebih cepat dari jadwal. Studi kelayakan (feasibility study) RMDP Balongan tahap I sudah dilakukan dan dilanjutkan dengan penetapan dan pengadaan lahan. Untuk tahap II, sedang dilakukan studi kelayakan.

Pada Januari 2020, Pertamina dan ADNOC (Perusahaan Minyak Nasional Abu Dhabi) bersepakat menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) untuk pengembangan Kompleks Kilang Terintegrasi Petrokimia di Balongan, Jawa Barat.

Sementara Kilang Cilacap, setelah selesai Proyek PLBC, kini RDMP Cilacap sedang melakukan finalisasi skema bisnis seperti yang dilakukan di Kilang Balikpapan. Kerjasama pembangunan kilang bekerjasama dengan Saudi Aramco dengan cara leasing. Aramco juga sudah sepakat untuk berpartner dalam membangun kilang baru di Cilacap.

RDMP Dumai dalam tahap penawaran kepada investor dan pada Januari 2020 direncanakan dilakukan tender revisit Bankable Feasibility Study (BFS).

Sementara itu, GRR Tuban sudah selesai dengan proses pengadaan lahan dan sedang dalam proses pembayaran. Pertamina dan Rosneft bahkan telah menandatangani kontrak desain Kilang Tuban dengan kontraktor terpilih pada 28 Oktober kemarin. Saat ini telah dimulai pelaksanaan Basic Engineering Design (BED) dan Front End Engineering Design (FEED). Selain itu, telah dilakukan konstruksi fasilitas pendukung dan persiapan lahan restorasi sekitar 20 ha di pesisir pantai.

“GRR Tuban, pembebasan lahan milik masyarakat telah mencapai 153 ha atau 98% lebih dari total lahan warga yang sudah setuju untuk pembangunan kilang dan saat ini telah memasuki proses pembayaran kompensasi,”kata Fajriyah.(RI)