JAKARTA – Pemadaman listrik di sebagian besar wilayah Jawa yang terjadi pada Minggu-Senin (4-5/8) lalu menunjukkan sistem kelistrikan Jawa-Bali sangat rentan dan dapat berdampak kepada kolapsnya perekonomian nasional. Kejadian tersebut juga mengindikasikan perecanaan yang kurang baik.

“Ada dua pokok permasalahan utama dalam kejadian kemarin, penyebab dan recovery. Pokok masalah bukanlah pohon sengon, itu adalah hanya masalah teknis. Pokok permasalahan utama adalah ketidakseimbangan beban versus lokasi pembangkit,” kata Bob Sulaeman Effendi, Chief Representative Thorcon International Pte, Ltd, Jumat (9/8). Thorcon merupakan salah satu produsen listrik swasta yang tengah mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT).

Bob mengatakan 40%-50% beban Pulau Jawa ada di bagian barat dipasok oleh pembangkit yang 60% berada lebih dari 900 kilometer (Km) di bagian timur Pulau Jawa melalui transmisi 500 KV yang sudah overload. Inilah pokok permasalahan utama.
Jarak yang jauh menimbulkan berbagai permasalahan di tambah dengan beban 500 KV yang sudah overload.

“Sehingga, ketika jalur backbone 500 KV Unggaran–Pemalang putus karena katanya pohon sengon dan dialihkan ke sirkuit selatan, Pedan–Tasik menjadi overload dan akhirnya trip juga,” kata Bob.

Menurut Bob, perencaaan yang ideal seharusnya beban dan pembangkit tidak boleh terlalu jauh jaraknya sehingga lesson learn dari kasus ini harus dibangun pembangkit lain di bagian barat, sehingga tidak menggandalkan pasokan dari wilayah timur yang tentunya harus bebas karbon karena tingkat polusi Jakarta yang sudah tinggi dan tentunya murah sehingga tidak menaikan BPP Jawa yang sudah sangat murah.

Permasalahan kedua adalah recovery. Yang menjadi pertanyaan, mengapa PT PLN (Persero) membutuhkan waktu lama untuk memulihkan kembali listrik.

Bob mengatakan untuk tegangan dan frekuensi dapat pulih sehingga pembangkit lainnya dapat naik maka harus ada pembangkit yang memiliki kemampuan blackstart artinya dapat naik sendiri tanpa bantuan. Setelah kejadian kemarin baru terungkap bahwa dari lebih dari 200 pembangkit di Jawa hanya ada tiga pembangkit yang memiliki kemampuan tersebut, yaitu PLTA Cirata, PLTA Saguling, dan PLTGU Muara Karang. Namun, ternyata PLTA Cirata dan PLTA Saguling gagal blackstart setelah beberapa kali dicoba. Hanya PLTGU Muara Karang yang berhasil blackstart.

“Mengapa hanya ada tiga? Saya juga tidak paham tapi jelas bahwa dibutuhkan lagi lebih banyak pembangkit yang memiliki kemampuan blackstart,” kata Bob.

Lebih lanjut dia menjelaskan, Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) Thorcon dapat menjadi solusi dari permasalahan blackout tersebut. Pertama, PLTT dapat di tempatkan di pinggir pantai utara tidak jauh dari pusat beban nasional, yakni di sekitar Karawang. Posisi PLTT yang berada di atas kapal tongkang, maka tidak memerlukan ketersediaan lahan yang hingga saat ini masih menjadi kendala dalam pengembangan pembangkit listrik.

“PLTT juga memiliki kemampuan blackstart sehingga ketika terjadi blackout PLTT dapat membackup untuk memulihkan tegangan dan listrik,” tandas Bob.(RA)