JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) membuat layanan baru One Door Service Policy (ODSP). Melalui ODSP seluruh layanan proses perizinan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dilaksanakan dalam satu pintu dan proses yang lebih cepat.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, mengatakan ODSP adalah bagian dari transformasi SKK Migas untuk berbuat lebih dalam rangka mencapai target satu juta barel per hari (bph). Layanan tersebut dibuat lantaran pengalaman tidak mengenakkan yang dialaminya di SKK Migas karena mengetahui kesulitan para KKKS dalam mengurus perizinan.

Seama ini lamanya proses perizinan menjadi salah satu faktor yang sebabkan proyek berjalan lambat.

“Dasarnya setelah kami amati banyak proyek yang delay pada saat kami temui perizinan belum, tumpang tindih lahan. Kok SKK Migas nggak tahu ya,” kata Dwi dalam peresmian ODSP di kantor SKK Migas, Jakarta, Rabu (15/1).

SKK Migas, kata Dwi baru aktif terjun mengurai permasalahan dalam perizinan kegiatan hulu migas dalam proyek abadi gas Masela. Berbagai percepatan perizinan dalam proyek Masela diinisiasi oleh SKK Migas sebagai perantara kontraktor dengan pemerintah daerah.

“Mengacu pada yang kami terapkan di Masela Abadi SKK Migas bisa berbuat lebih pengurusan penrizinan makanya ada OSDP ini sebagai lanjutannya,” ujar Dwi.

SKK Migas dan KKKS bersama-sama melakukan penelitian atas kelengkapan untuk setiap persyaratan perizinan dari berbagai instansi yang ada saat ini. Bahkan, SKK Migas akan membantu KKKS untuk dapat memenuhi dokumen yang menjadi persyaratan perizinan. Serta mendampingi pengurusan perizinan di instansi terkait.

Menurut Dwi, hingga saat ini tidak ada satu kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi yang hanya memerlukan satu izin atau melibatkan satu instansi. Setiap kegiatan akan membutuhkan beberapa perizinan dari berbagai instansi.

“Dengan dukungan aktif SKK Migas, maka kami yakin tidak ada lagi kendala perizinan di hulu migas. Serta perizinan dapat diselesaikan lebih cepat”, ungkap Dwi.

Layanan ODSP dimulai pada November 2019 yang diawali dengan perumusan konsep ODSP, FGD dan sosialisasi ke kalangan KKKS. Struktur ODSP terdiri atas empat Kelompok Kerja (Pokja). Pertama, perizinan yang mencakup lahan dan tata ruang. Kedua perizinan yang mencakup lingkungan, keselamatan dan keamanan. Ketiga perizinan yang mencakup Penggunaan Sumber Daya dan Infrastruktur lainnya. Kemudian yang keempat adalah perizinan yang mencakup penggunaan material dan sumber daya dari Luar
Negeri.

Dwi mengungkapkan keterlambatan penyelesaian proyek hulu migas karena hambatan selesainya perizinan yang lama dan menghabiskan waktu, tidak akan terjadi lagi karena kendala tersebut telah teratasi dengan layanan ODSP.  Selesainya proyek sesuai waktu yang telah ditentukan menjadi salah satu upaya untuk menjaga biaya proyek tetap sesuai dengan yang telah disetujui dan dilaksanakan secara efisien.

“Karena setiap keterlambatan proyek hulu migas akan menimbulkan ekskalasi biaya. Dampak bagi pemerintah adalah penerimaan negara tertunda dan tidak optimal,” kata Dwi.(RI)