JAKARTA – Arahan Presiden Joko Widodo bagi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) untuk mengawal implementasi pelaksanaan program campuran biodiesel sebesar 30% (B30) dinilai tidak sesuai dengan kapasitas Ahok yang seharusnya bisa mengawal kepentingan Pertamina yang lebih besar.

Muhammad Said Didu, pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang juga mantan Sekretaris Kementerian BUMN,  mengatakan ada tugas lain yang jauh lebih besar dan seharusnya bisa dijalankan Ahok yang digadang-gadang pemerintah bisa meningkatkan kinerja manajemen dan operasional Pertamina.

Tugas pertama yang pantas diemban Ahok menurut Said adalah melakukan intervensi terhadap investasi Pertamina. Sosok Ahok harusnya meminta ke pemerintah agar tidak mencampuri strategi investasi Pertamina.

“Karena dianggap jagoan kasih pekerjaan jagoan. Intervensi investasi. Minta ke pemerintah jangan intervensi investasi Pertamina, datang ke Pak Luhut minta dong biar investasi Pertamina jangan diganggu,” kata Said ditemui disela diskusi di Jakarta, Kamis (19/12).

Dia menilai beberapa program Pertamina sangat terganggu dengan adanya tekanan dari pemerintah. Ini bisa dilihat dari proyek pembangunan kilang. Seharusnya ini menjadi topoksi pemerintah bukan Pertamina. Proyek kilang membuat alokasi investasi Pertamina tergerus sehingga akselerasi dalam berinvestasi menjadi terbatas.

“Kilang di luar kewenangan Pertamina. Itu kebijakan pemerintah,” katanya.

Tugas berikutnya adalah Ahok sebagai kepercayaan presiden seharusnya bisa meminta ke presiden dan juga DPR agar tidak lagi menugaskan Pertamina dengan penugasan yang membebani keuangan perusahaan. “Datang ke Senayan, ke Presiden jangan lagi tugaskan Pertamina yang merugikan Pertamina,” ujar Said.

Kemudian Ahok harus berani meminta kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) agar tidak lagi melelang blok-blok migas yang ingin dikelola oleh Pertamina. Ini terjadi pada alih kelola Blok Rokan juga beberapa blok lainnya dimana Pertamina harus membayar mahal.

“Pak Arifin (Menteri ESDM) jangan lagi dilelang-dilelang blok migas, sehingga dibeli dengan mahal. Ini sekarang kan bayar, lihat saja di Blok Rokan itu kan mahal,” jelas Said.

Menurut Said Didu, tugas berikutnya, Ahok harus berani meminta pembayaran utang pemerintah terkait pembayaran subsidi yang terakumulasi selama bertahun-tahun. “Datang ke Menteri Keuagan, minta agar hutang-hutangnya pemerintah itu dibayar,” ujarnya.

Menurut dia, salama ini Pertamina bukanlah sumber kekacauan melainkan sebagai tempat untuk menyembunyikan kekacauan. “Coba Pertamina umumkan berapa hutang pemerintah, hutang TNI dan diminta dimasukan ke APBN, kalau Pertamina membuka stock bbm yang ada, apakah masih ada solar?,” kata Said.

Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, sebelumnya mengatakan Ahok merupakan sosok yang cocok untuk memastikan program pemerintah di Pertamina berjalan dengan lancar, terutama dalam program B30. Apalagi dengan adanya oknum yang menjadikan Pertamina sebagai sumber masalah.

“Pak Ahok itu akan sangat bagus mengawasi Pertamina, kenapa? Karena sumber kekacauan paling banyak di sana, biar saja di situ,” kata Luhut.

Menurut dia, program B30 yang diawali B20 sempat tidak berjalan dengan baik sejak digulirkan pada 2016, justru baru optimal pada September 2018. Padahal mandatori B20 sudah coba diterapkan saat Luhut menjabat sebagai pelaksana tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Itu kan sudah pernah saya tanda tangan tahun 2016, B20 waktu jadi Plt, dilaksanakan enggak? Kan enggak,” katanya.(RI)