JAKARTA – Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi (migas) sepanjang kuartal I 2020 menghasilkan temuan cadangan migas di tiga lapangan. Berdasarkan laporan Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), penemuan cadangan migas tersebut diperkirakan mencapai 136,5 juta barel setara minyak (BOE). Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, mengatakan penemuan tersebut terdiri dari satu temuan cadangan minyak oleh Texcal Mahato setelah menyelesaikan pengeboran sumur eksplorasi PB-2 Blok Mahato sebesar 61,8 juta barel minyak.

Selain itu, Medco E&P menemukan cadangan gas melalui pengeboran sumur Bronang-2 sebesar 79 miliar kaki kubik gas (BCFG). Lapangan Bronang menjadi penunjang pengembangan Lapangan Faroel sehingga produksinya bisa mencapai hingga 10.000 barel minyak per hari (BOPD). Serta, PT Pertamina EP (PEP) yang berhasil menemukan cadangan gas sebesar 333,6 BCFG dari hasil penyelesaian pengerjaan eksplorasi sumur Wolai-002 di Banggai, Sulawesi Tengah.

Dwi berharap temuan yang telah diperoleh bisa segera dikembangkan dengan terlebih dulu mengajukan rencana pengembangan (Plan of Development/PoD). “Saya harap Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) segera mengusulkan proposal PoD,” kata Dwi, Senin (20/4).

Hingga Maret tahun ini perbandingan antara cadangan migas yang ditemukan dengan yang diproduksi (Reserve Replacement Ratio/RRR) di Indonesia mencapai 47,5 juta barel setara minyak. Kenaikan ini tak lepas dari kontribusi penemuan cadangan Lapangan di Lapangan OPLL West Natuna terutama di bulan Maret sebesar 6%.

Dwi mengakui produksi migas dalam setahun ke depan akan lebih sulit mengingat melandainya pergerakan ekonomi dunia serta Indonesia dari dampak Pandemi Covid-19. “Ke depan, lifting migas akan semakin tertekan akibat Covid-19 dan rendahnya harga minyak,” kata Dwi dalam keterangan tertulisnya.

Dengan kondisi ini, SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) memperkirakan adanya penurunan dari sisi pendapatan juga. Penurunan gross revenue terjadi akibat kondisi harga minyak dan kebijakan perubahan paradigma bahwa sektor migas bukan lagi sebagai sumber pendapatan negara tetapi lebih sebagai penggerak ekonomi. “Outlook gross revenue juga turun dari US$32 miliar menjadi US$19 miliar,” kata Dwi.

Untui itu, pemerintah bersama SKK Migas tengah melakukan sejumlah antisipasi dalam menanggulangi dampak aktivitas kegiatan hulu migas di tengah pandemi Covid-19 yang disertai pelemahan harga minyak dunia.

Pertama, SKK Migas segera berkoordinasi dengan KKKS terkait untuk melakukan review kerja di tahun 2020. Review kerja meliputi negosiasi ulang atas kontrak-kontrak yang ada oleh KKKS demi menciptakan efisiensi biaya. Kedua, melakukan comprehensive assessment terkait opsi-opsi harga minyak untuk memperhitungkan keekonomian di lapangan.

Berikutnya, mengevaluasi kembali penundaan Planned Shutdown hingga mempertimbangkan pemberian paket stimulus kepada KKKS. “Terakhir, koordinasi dengan stakeholder terkait atas pengecualian mobilisasi barang dan personel untuk industri hulu migas selama masa pandemi Covid-19,” kata Dwi.(RI)