JAKARTA – Target produksi jual atau lifting minyak satu juta barel per hari (bph) sepertinya sudah tidak bisa ditawar lagi, mengingat kebutuhan energi semakin meningkat dan Indonesia tentu tidak bisa terus menerus mengandalkan impor. Apalagi potensi minyak di tanah air sebenarnya masih ada, namun belum dimonetisasi secara maksimal.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan pemerintah masih berkomitmen untuk mencapai target lifting satu juta bph pada  2030. Namun diakui target tersebut tidak mudah dicapai lantaran dunia masih menghadapi pandemi Covid-19 serta anjloknya harga minyak hingga ke level US$30-an per barel.

Menurut Arifin, salah satu strategi untuk bisa mencapai target tersebut adalah dengan terus menggenjot kegiatan eksplorasi migas secara masif. Indonesia memiliki 128 cekungan sediman migas, 68 di antaranya belum dieksplorasi dan sebagian besar berada di wilayah Indonesia Timur.

“Ini menjadi jalan bagi kita mengatasi keterbatasan sumber daya migas di Indonesia sehigga mampu mengurangi ketergantungan terhdapa impor migas,” kata Arifin, Rabu (4/11).

Pemerintah juga telah membuka peluang bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk bebas memilih skema kontrak bagi hasil PSC Cost Recovery dan PSC Gross Split. “Pemilihan tersebut menyesuaikan dengan kondisi lapangan migas yang dikerjakan,” ungkap Arifin.

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Dalam permen itu diatur bagaimana KKKS bisa memilih skema kontrak blok migas. Pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa Menteri (ESDM) menetapkan bentuk dan ketentuan pokok kontrak kerja sama yang akan diberlakukan untuk suatu wilayah kerja dengan mempertimbangkan tingkat resiko, iklim investasi dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara. Adapun bentuk kontrak yang dapat dipilih diantaranya kontrak bagi hasil gross split, kontrak bagi hasil mekanisme pengembalian biaya operasi, atau kontrak kerja sama lainnya.

Kemudian dalam beleid terbaru itu juga dihapus ketentuan Pasal 24 pada aturan sebelumnya yang mengatur mengenai pemberlakuan Kontrak Bagi Hasil Gross Split bagi pengelolaan terhadap wilayah kerja yang akan berakhir jangka waktu kontraknya dan tidak diperpanjang, serta wilayah kerja yang akan berakhir dan diperpanjang.

Upaya selanjutnya bisa dilakukan dengan penerapan tekonologi Enhanced Oil Recovery (EOR). Metode ini dinilai paling eksploitatif dalam membantu mengoptimalkan kinerja sumur-sumur tua.

Selain itu, Kementerian ESDM akan menggenjot pembangunan kapasitas kilang di Indonesia. Kilang ini penting sebagai tempat pengolahan minyak saat nanti produksi sudah bisa ditingkatkan.

“Ada empat proyek pengembangan kilang (RDMP) dan satu pembangunan kilang baru dengan target penyelesaian pada tahun 2027,” kata Arifin.(RI)