JAKARTA – Transisi energi sudah menjadi komitmen pemerintah Indonesia dalam upaya mencapai Net Zero Emissions (NZE) tahun 2060. Salah satu cara yang diusung adalah dengan meningkatkan pemanfaatan gas di era transisi energi sambil secara paralel meningkatkan penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT).

Tutuka Ariadji, Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan ada beberapa faktor dalam peningkatan monetisasi gas diantaranya dari sisi penyerapan gas serta dari sisi infrastruktur.

Dia menjelaskan ke depan ekosistem gas harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga potensi yang ada bisa dioptimalkan. “Dari hulu masuk ke transportasi bentuknya pipa, CNG dan LNG sesuai permintaan,” kata Tutuka dalam DETalk bertema Strengthening Indonesia as a Global LNG and LPG Player yang digelar oleh Dunia Energi, Selasa (31/10).

Selama ini industri bersama dengan pembangkit listrik menjadi konsumen terbesar gas di dalam negeri. Pemerintah kini juga tengah mendorong agar konsumen rumah tangga juga bertambah melalui pembangunan Jaringan Gas (Jargas).

Dalam meningkatkan pemanfaatan gas tidak bisa dilepaskan dari ketersediaan infrastruktur. Dengan kondisi geografis yang dimiliki Indonesia maka salah satu pilihan untuk kembangkan potensi gas yang ada dengan memanfaatkan fasilitas LNG yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.

“Sebagai contoh manufaktur atau pabrik apa yang akan dibangun untuk menyerap produksi gas yang baru, itu artinya kita sudah mempunyai demand yang merupakan upaya peningkatan kemampuan dalam negeri juga. baik dari segi pengelolaan pembangunan dan SDM, teknologi juga kita sebut sebagai downstreaming hilirisasi terkoneksi hulu pemasok dan hilir,” jelas Tutuka.

LNG merupakan virtual pipeline melalui angkutan laut jadi salah satu cara terbaik untuk bisa mewujudkan ekosistem gas terintegrasi dari hulu ke hilir.

Sementara itu, Shinta Damayanti, Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengungkapkan ke depan LNG akan semakin besar pemanfaatannya. Ini seiring dengan temuan cadangan berupa gas yang terus terjadi selama 10 tahun terakhir.

“Penemuan eksplorasi bahwa didominasi penemuan dari gas, lebih dari 50% penemuan sumur ekspoasi dalam 1 dekade dari gas, 70% PoD (Rencana Pengembanga) gas,” kata Shinta.

Mohamad Farouk Riza, Deputy Director Marketing dan Business Development PT Badak LNG, menyatakan pertumbuhan demand atas kebutuhan energi gas dan LNG dan pengembangan kilang-kilang baru LNG menjadi peluang bisnis Badak LNG ke depan. Apalagi dengan memanfaatkan letak geografis kilang Bontang, dan demand LNG yang terus tumbuh, kilang Bontang akan menjadi Hub Energi
untuk kepentingan domestik dan internasional.

Dengan adanya tambahan gas, maka kilang dan peralatan yang ada di kilang bontang harus handal. Blok North Ganal Kalimantan Timur diperkirakan menyimpan Gas in Place 5 triliun cubic feet (tcf). Dengan perkiraan awal discovered resources sebesar kurang lebih 609 MMBOE (recoverable), penemuan ini menjadikan temuan di sumur Geng North – 1 menjadi salah satu dari tiga besar temuan eksplorasi dunia di tahun 2023.

“Adanya temuan gas baru di sekitar Kalimantan Timur oleh ENI beberapa waktu lalu juga bisa mengaktivasi infrastruktur di kilang LNG Bontang. beberapa tahun ke depan Badak LNG yang tadinya operasikan 2-3 train akan mengoperasikan sampai 5 train untuk mengolah gas sesuai data Istal. Strategi menyiapkan train yang diistirahatkan. Tantangan berikutnya Badak LNG diminta untuk reaktivasi train tersebut,” jelas Farouk.

Selain memiliki fasilitas LNG berupa enam tangki LNG dan 8 train dengan kapasitas 22,5 Metrik Ton per Annum (MTPA), Badak juga memiliki lima Tangki LPG dengan total kapasitas 200 ribu M3. Ini membuat Badak tidak hanya bisa berekspansi bisnis di LNG tapi juga LPG.

Keberadaan fasilitas LPG di kilang Bontang juga jadi nilai plus yang diyakini mampu memberikan manfaat lebih bagi bisnis gas Indonesia ke depannya. Badak sudah sukses meningkatkan produksi LPG mencapai 323% melaui program LPG Prodction Booster System.

Badak melakukan modifikasi kilang LNG agar dapat mengekstraksi lebih banyak LPG dalam kondisi gas umpan yang mengandung komponen hidrokarbon berat yang rendah. Caranya, dengan melakukan instalasi sistem pendinginan tambahan pada scrub column overhead.

Melalui implementasi proyek ini, produksi LPG dari Kilang LNG Bontang dari yang sebelumnya defisit (impor) LPG sebesar 270 m3/hari menjadi dapat memproduksi LPG sebesar 603 m3/hari. Peningkatan ini menghasilkan total produksi LPG sebesar 1.560.000 m3 dan potensi pendapatan sebesar US$92 juta selama tahun 2022 – 2027.

Sementara itu Bara Ilmarosa, Direktur PT Perta Arun Gas, menjelaskan bahwa PAG sangat bisa untuk memanfaatkan potensi aset ex PT Arun NGL dalam rangkan peningkatan monetisasi gas diantaranya melalui enam LNG train dengan kapasitas 12,5 MTPA. Fasilitas pengolahan kondensat dengan kapastias 20 ribu barel per hari (BPH). Kemudian ada tangki LNG berkapasitas 646 ribu M3, ada LPG train berkapasita 1,4 MTPA. Lalu ada empat tangki kondensat berkapasitas 2,12 juta barel dan akan dijadikan kondensat hub ke depannya. Dua sudah digunakan oleh domestik. Kemudian ada dua jetty LNG dan satu jetty LPG.

Adanya temuan potensi gas di Andaman bakal meningkatkan aktivitas di fasilitas LNG Arun. “Dengan adanya andaman maka arun akan menjadi producer kembali,” ungkap Bara. (RI)