NUSA DUA – interkonektivitas infrastuktur energi menjadi strategi kunci untuk memperkuat ketahanan energi di wilayah Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations atau ASEAN) dan proses transisi menuju energi baru terbarukan melalui berbagi sumber daya secara efisien.

Dadan Kusdiana, Sekretaris Jendral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan pembangunan interkonektivitas di kawasan ASEAN, khususnya melalui ASEAN Power Grid (APG) dan Trans ASEAN Gas Pipelines (TAGP).

“Penting untuk mengoptimalisasi potensi energi, termasuk energi terbarukan dan gas alam sebagai penyeimbang sistem energi,” ujar Dadan dalam konferensi pers ASEAN Energy Business Forum (AEBF) 2023 di Nusa Dua, Bali pada Kamis (24/8).

Dadan menuturkan target kerja sama ASEAN adalah untuk meningkatkan energi terbarukan sebesar 23%, meningkatkan kapasitas terpasang energi terbarukan sebesar 35%, dan mengurangi intensitas energi sebesar 32% pada tahun 2025 dapat ditingkatkan melalui pengembangan interkonektivitas yang progresif.

“Kolaborasi antarstakeholder sangat dibutuhkan untuk mengimplementasikan pengembangan interkonektivitas ASEAN, serta untuk mengatasi perubahan iklim, kelangkaan sumber daya, dan perkembangan teknologi,” ujar Dadan.

Sementara itu, Andy Tirta selaku Manager of Corporate Affairs, ACE & Chairman of AEBF 2023, mengatakan bahwa gelaran AEBF ini mengajak berbagai entitas, baik pemerintah, akademisi, industri swasta, peneliti maupun organisasi internasional untuk mendukung keketuaan Indonesia dan sektor energi ASEAN.

AEBF 2023 merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari The 41st ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM-41). Mengusung tema “Accelerating Energy Connectivity to Achieve Sustainable Growth of ASEAN”, kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 24 – 26 Agustus 2023 di Nusa Dua, Bali.

Pemerintah Indonesia memilai interkonektivitas antarnegara-negara ASEAN merupakan isu krusial pada Keketuaan ASEAN 2023. Keberagaman energi yang dimiliki negara-negara ASEAN membutuhkan pembangunan infrastruktur untuk memanfaatkan sumber energi lintas negara.

“Negara-negara ASEAN dianugerahi sumber energi yang melimpah, termasuk energi terbarukan. Total potensi energi terbarukan yang dimiliki negara-negara ASEAN adalah 17.229 Gigawatt. Sementara, cadangan terbukti gas yang dimiliki negara ASEAN mencapai 130 triliun standar kaki kubik (TCF), sebagian besar berada di Indonesia sebesar 44,2 TCF,” ujar Dadan.

Untuk memanfaatkan dan mengoptimalkan penggunaan sumber energi yang melimpah tersebut diperlukan infrastruktur interkonektivitas lintas negara, untuk memenuhi permintaan energi dari sumber energi yang berada di negara lain.

“Interkoneksi akan menciptakan energi yang terjangkau dan berkelanjutan, serta sistem energi lokal, bersamaan dengan memitigasi perubahan iklim, sebagai komitmen pada kawasan ASEAN. Isu terkait interkonektivitas inilah yang menjadi fokus Indonesia pada Keketuaan ASEAN 2023,” kata dia.

Di samping interkonektivitas infrastruktur tenaga listrik dan gas, Dadan juga menggagas untuk memperluas interkonektivitas pada subsektor biomassa dan biofuel. Selain itu, terkait dengan sumber mineral, Indonesia memiliki banyak potensi nikel dan mineral lain, begitu pun dengan negara ASEAN lainnya, diperlukan interkonektivitas untuk menciptakan industri, antara lain industri baterai.

Dadan menambahkan, sejak ditandatangani Memorandum of Understanding (MoU) ASEAN Power Grid (APG) pada awal tahun 2000an, negara-negara ASEAN masih mendapatkan manfaat dari interkonektivitas jaringan listrik. Indonesia pun menyambut baik perpanjangan MoU APG setelah tahun 2024.

Pada tahun 2022, sebut Dadan, ASEAN telah menetapkan progres dengan menyambungkan jaringan listrik di Laos, Thailand, Malaysia, dan Singapore melalui “Lao PDR, Thailand, Malaysia, Singapore Power Integration Project” (LTMS-PIP)”, yang terbukti dapat meningkatkan pemanfaatan sumber energi terbarukan, serta meningkatkan resiliensi dan stabilitas jaringan listrik pada kawasan tersebut.

“Kami juga mendorong inisiatif jual beli tenaga listrik (new multilateral power trade) pada subregion Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Filipina (BIMP). Dengan memperkuat kerja sama pada kawasan ASEAN, kita akan menciptakan ekosistem di mana surplus energi dari negara satu dapat memenuhi kebutuhan negara lainnya, dan memelihara win-win situation untuk seluruh negara,” tegas Dadan.

Indonesia juga mendukung perpanjangan kerja sama Trans-ASEAN Gas Pipeline (TAGP) yang akan berakhir pada tahun 2024 mendatang. Kerja sama ini dinilai sangat penting untuk meningkatkan interkonektivitas gas bumi pada kawasan ASEAN. Terlebih, peran gas bumi saat ini sangat penting untuk mendukung keamanan energi dan sebagai jembatan untuk transisi energi.

“Kami berharap perpanjangan kerja sama tersebut dapat meningkatkan kolaborasi antara negara ASEAN dalam menyediakan infrastruktur gas bumi. Di masa mendatang, infrastruktur dapat diperluas kepada pengembang infrastruktur LNG, seperti terminal regasifikasi. Di sisi lain, infrastruktur gas bumi eksisting dapat dimanfaatkan untuk kerja sama energi di masa depan, seperti hidrogen dan CCS,” ujar Dadan.

Lebih jauh, Dadan mengingatkan bahwa negara-negara anggota ASEAN perlu meningkatkan upaya lebih, tidak hanya pada pengembangan infrastruktur namun juga harmonisasi kebijakan, kerangka regulasi, dan standard teknis untuk efektivitas operasi APG dan TAGP.

“Mari kita memperkuat komitmen untuk koordinasi kebijakan, memfasilitasi distribusi sumber energi lintas negara, juga menegaskan kembali komitmen kita bersama dalam menciptakan lingkungan yang sehat bagi investasi swasta, memelihara inovasi dan memastikan keberlanjutan inisiatif energi,” ungkap Dadan. (RI)