JAKARTA – Lifting minyak dan gas bumi (migas) nasional dalam beberapa tahun terakhir tidak mencapai target. Kondisi itu diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 yang melanda sejak tahun lalu dan makin parah hingga kini.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mencatat hingga Juni atau semester I 2021, realisasi lifting migas baru 1,6 juta barel setara minyak per hari (barrel oil equivalent per day/boepd) atau 95,6% dari target 1,7 juta boepd.

“Dari sisi lifting minyak mencapai 666,6 ribu barel per hari (bph) atau 94,6% dari target APBN 705 ribu bph, dan gas 5.430 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/MMscfd) atau 96,3% dari target 5.638 MMscfd,” kata Dwi Soetjipto Kepala SKK Migas, dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (16/7).

Dari sisi operasional, adanya pandemi membuat perusahaan harus mengurangi jumlah pekerja di lapangan demi mendukung upaya memutus penularan virus. Dwi menuturkan bahwa dia mendapatkan laporan perusahaan hanya dapat mengirimkan personel sekitar 50% dari jumlah yang dibutuhkan. Hal ini menyebabkan kegiatan operasi di lapangan migas menjadi tidak optimal.

Menurut Dwi, penguranan jumlah pekerja di lapangan berdampak langsung pada kegiatan pengeboran yang merupakan instrumen utama dalam memproduksi minyak maupun gas bumi. Berdasarkan catatan SKK Migas, pengeboran sumur pengembangan hingga Juni lalu baru sebanyak 186 sumur dari target 616 sumur.

“Mundurnya pengeboran sumur pengembangan ini yang menyebabkan realisasi produksi tidak seperti yang diharapkan,” ujar Dwi.

Selanjutnya, realisasi kegiatan perawatan sumur baru sebanyak 11.307 kegiatan atau 43% dari target 26.431 kegiatan, dan realisasi kerja ulang (work over) sumur sebanyak 309 sumur atau 50% dari target 615 sumur.

Aktivitas hulu migas yang tertunda pelaksanaannya sekitar 1-5 pekan akibat pandemi ini yakni seismik 2D sepanjang 234 kilometer (km) dan seismik 3D seluas 165 kilometer persegi (km2). “Juga pengeboran 6 sumur eksplorasi dan 12 sumur pengembangan, serta tiga proyek pengembangan yang bergeser waktunya,” ungkap Dwi.

Pandemi Covid-19 juga berdampak pada keuangan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sehingga investasi migas nasional. Hingga akhir Juni, realisasi investasi hulu migas tercatat baru sebesar US$ 4,92 miliar atau 39,7% dari target US$ 12,35 miliar.

Dwi mengatakan kondisi harga minyak pada tahun lalu masih cukup terasa bagi KKKS pada enam bulan pertama di tahun ini.

“Tahun lalu harga minyak jatuh jadi cash flow KKKS terganggu, sehingga mereka tidak siap investasi lebih banyak lagi seperti yang kami harapkan. Ini menjadi tantangan untuk kami bisa merayu KKKS untuk investasi laksanakan kegiatan-kegiatan,” ungkapnya.

Untuk realisasi kegiatan eksplorasi hingga akhir Juni di antaranya studi G&G 67 kegiatan dari target 116 kegiatan, seismik 2D 1.917 km atau 54% dari target 4.569 km, seismik 3D 673 km2 atau 43% dari target 1.917 km2, serta pengeboran eksplorasi 13 sumur atau 27% dari target 48 sumur.

“Untuk biaya produksi pada semester I tahun lalu sebesar US$ 13,71 per barel, di semester I tahun ini US$ 12,17 per barel. Kami bisa meningkatkan efisiensi biaya produksi dibanding semester I-2020 sebesar 12%,” tutur Dwi.

Untuk realisasi besaran investasi yang dapat dikembalikan (cost recovery), yakni sebesar US$3,6 miliar dari target US$8,07 miliar. Kemudian, dengan berbagai upaya efisiensi, realisasi penerimaan negara tercatat mencapai US$ 6,67 miliar atau 91,7% dari target US$ 7,28 miliar.(RI)