JAKARTA – Pemerintah disarankan untuk lebih tegas kepada PT Vale Indonesia Tbk (INCO) terkait kewajiban divestasi sebagai salah satu syarat agar dapat perpanjangan kontrak dari pemerintah. Bahkan jika perlu pemerintah berhak untuk tidak memperpanjang izin usaha Vale jika gagal menjadi pengendali saham perusahaan pertambangan nikel tersebut.

Bisman Bakhtiar, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (PUSHEP), menyatakan divestasi adalah tuntutan UU Minerba, baik UU 4 Tahun 2009 maupun UU 3 Tahun 2020. Regulasi tersebut bertujuan untuk memperoleh manfaat dan keuntungan yang lebih besar, serta merupakan perwujudan penguasaan negara atas sumber daya alam pertambangan.

“Jika pemerintah tidak menjadi pengendali, maka negara tidak akan mendapatkan manfaat yang lebih besar dari dividen tambang Vale. Selain itu, jika tidak menjadi pengendali, pemerintah melalui BUMN tidak dapat mengambil kebijakan korporat di Vale. Vale tetap akan dikendalikan oleh pihak asing,” kata Bisman, Rabu (12/7).

Menurutnya, selama puluhan tahun tambang Vale telah dikuras oleh asing. Sebab itu, jika pemerintah gagal menjadi pengendali sama dengan kembali memberi manfaat besar untuk asing.

Sementara itu, Toto Pranoto, Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia, menilai pemerintah perlu melakukan negosiasi ulang dengan para pemegang saham mayoritas sebagai upaya untuk menjadi pemegang saham pengendali di Vale.

Langkah ini perlu diambil untuk memperoleh hasil yang diharapkan karena jika pemerintah melalui holding tambang MIND ID mampu mengendalikan operasional dan finansial, maka akan berdampak pada sejumlah kebijakan pemerintah.

Misalnya, percepatan hilirisasi nikel. Kemudian secara finansial, jumlah manfaat yang diterima negara dalam bentuk profit atau keuntungan dan dividen dapat semakin besar.

“Saya rasa tidak cukup jika hanya negosiasi dilakukan oleh MIND ID saja. Negara harus terlibat aktif, seperti saat negosiasi pengambilalihan saham Freeport Indonesia,” ungkap Toto. (RI)