JAKARTA – Manajemen PT Pertamina (Persero) belum berencana merevisi anggaran investasi di sektor hulu pada tahun ini, meskipun terjadi gejolak harga minyak dunia hingga anjlok di bawah US$30 per barel . Fajriyah Usman, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengatakan manajemen terus memonitor pergerakan harga minyak dunia dan telah menjalankan beberapa hal untuk meresponnya, termasuk kajian dan simulasi dampaknya.

“Hingga saat ini kami tetap menjalankan operasional sesuai rencana kerja awal dengan lebih efektif dan efisien,” kata Fajriyah kepada Dunia Energi, Kamis (26/3).

Pertamina meningkatkan investasi hingga 84% menjadi US$7,8 miliar pada tahun ini dibanding 2019 sebesar US$4,2 miliar. Seiring peningkatan investasi, Pertamina menargetkan mengebor 411 sumur atau meningkat 17% dibanding pengeboran 2019 yang tercatat 351 sumur

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, sebelumnya menegaskan hampir 50% alokasi investasi tersebut diperuntukkan untuk sektor hulu. “Investasi terbesar berada di sektor hulu, sebesar US$3,7 miliar, agar Pertamina bisa terus meningkatkan produksi migas dalam rangka menuju target satu juta barel,” kata Nicke.

Evaluasi

Fajriyah mengakui tidak tertutup kemungkinan evaluasi dilakukan Pertamina, namun belum tentu dengan memangkas investasi dan pembatalan rencana-rencana yang telah ditetapkan. “Evaluasi pasti dilakukan, business continuity plan juga sudah di-set up dan dijalankan, tapi pasti nanti ada review dan sebagainya. Kita lihat nanti ke depan seperti apa,” kata Fajriyah.

Harga minyak dunia diperkirakan masih akan terus berada di kisaran US$30-an per barel menyusul perang harga yang terjadi antara Amerika Serikat dan Arab Saudi. Meski demikian pada Kamis (26/3),  harga minyak mentah berjangka Brent naik 0,9% ke posisi US$27,39 per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) periode naik  2% menjadi US$24,49 per barel. Penguatan harga minyak ditopang  paket stimulus Amerika Serikat untuk mengurangi dampak pandemi virus corona kepada ekonomi.(RI)