JAKARTA – Pemerintah menetapkan harga patokan batu bara menjadi salah satu komponen dalam keputusan penetapan tarif dasar listrik. Tiga komponen utama lainnya yang dapat mempengaruhi harga adalah nilai tukar mata uang dolar Amerika Serikat terhadap mata uang rupiah; harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) dan inflasi.

Aturan baru yang memasukkan harga patokan batu bara tertuang dalam pasal 6 ayat 2 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan ketiga atas Permen ESDM Nomor 28 Tahun 2016 tentang tarif tenaga listrik yang disediakan PT PLN (Persero).

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, mengungkapkan ke depan batu bara menjadi salah satu pertimbangan baru dalam penetapan harga tarif listrik yang diusulkan PLN kepada pemerintah.

“Harga patokan batu bara. Iya baru itu juga menjadi bahan pertimbangan. Pak menteri sepertinya juga sudah bilang untuk ke depan tetap ada harga patokan,” kata Rida di Kementerian ESDM, Jumat (22/11).

Meskipun belum ditetapkan dalam bentuk aturan, sebenarnya selama ini harga batu bara menjadi salah satu patokan pemerintah dalam menentukan harga tarif listrik. Maklum saja sebagian besar produksi listrik Indonesia saat ini masih didominasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Hal itu membuat biaya pokok produksi listrik PLN sangat bergantung pada harga batu bara.

Harga patokan batu bara ditetapkan saat harga komoditas emas hitam itu harga sempat melampaui US$100 per ton. Di sisi lain pemerintah meminta PLN menahan tarif listrik tetap terjangkau. Padahal PLTU menjadi pemasok listrik terbesar.

Aturan harga patokan batu bara tersebut berlaku jika harga batu bara diatas US$70 per ton. Namun jika harga batu bara kurang dari US$70 per ton maka PLN membeli batu bara dengan merujuk pada harga batu bara acuan (HBA)

Sejak Maret 2018 pemerintah menetapkan harga batu bara untuk pembangkit sebesar US$70 per ton. Aturan tersebut akan berakhir pada 31 Desember 2019.

Arifin Tasrif, Menteri ESDM, mengungkapkan kelanjutan aturan itu untuk memastikan kestabilan kondisi ekonomi masyarakat. “Kalau bisa stabil (US$70 per ton) kenapa enggak. Kan kita harus menjaga kestabilan,” kata Arifin.(RI)