Founder IRAI

Founder IRAI, Lin Che Wei.

JAKARTA – Founder Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) Lin Che Wei mengeluarkan rekomendasi, agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan restu kepada Pemerintah Pusat, untuk menuntaskan pembelian 7% sisa saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) tahun 2010.

Lin Che Wei mengatakan, rekomendasinya ini merujuk perkembangan terakhir proses divestasi tersebut. Dimana Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan, pembelian 7% saham divestasi PTNNT oleh Pemerintah Pusat –yang diwakili Pusat Investasi Pemerintah (PIP)– harus dengan persetujuan DPR.

Sebelumnya, DPR mempersoalkan langkah PIP membeli saham divestasi PTNNT, dan meminta 7% saham itu diserahkan untuk dibeli tiga pemerintah daerah (pemda) di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menggandeng Grup Bakrie.

Kenyataannya, kata Lin, posisi keuangan Grup Bakrie saat ini sedang sulit, karena lilitan beban utang yang berat dan turunnya harga batubara di pasar dunia. Bahkan grup usaha milik Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie ini terancam gagal bayar.

Tidak menutup kemungkinan, aset-aset Grup Bakrie  bakal disita, termasuk 24% saham divestasi PTNNT tahun 2006 – 2009, yang sudah diakuisisi lebih dulu oleh tiga pemda di NTB bersama Grup Bakrie lewat PT Multi Daerah Bersaing (MDB). (Lihat berita terkait: Saham Divestasi Newmont Terancam Disita Credit Suisse. Link: https://www.dunia-energi.com/saham-divestasi-newmont-terancam-disita-credit-suisse/)

Terlebih, lanjut Lin, dua petinggi Bumi Plc (Grup Bakrie) yakni CEO Bakrie Group, Nirwan Bakrie dan Chairman Bumi Plc, Samin Tan sudah menyatakan, beratnya kondisi keuangan membuat mereka memutuskan tidak akan melanjutkan pembelian 7% saham divestasi PTNNT.

Sebaliknya Pemerintah Pusat, melalui Menteri Keuangan, Agus Martowardojo menyatakan, sangat siap mengakuisisi 7% saham divestasi itu lewat PIP. Perjanjian jual beli antara PIP dan Nusa Tenggara Partnership bahkan sudah diteken sejak 6 Mei 2011.

Kalau 7% saham divestasi PTNNT dibeli PIP, maka kepemilikan negara (tiga pemda di NTB dan Pemerintah Pusat) atas keseluruhan saham PTNNT menjadi 13%. Yakni 7% yang dibeli PIP, plus 6% saham milik pemda, jatah dari 25% porsi kepemilikan tiga pemda di MDB.

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga dapat mengoptimalkan penguasaan sumber daya alam, seperti yang diperintahkan pasal 33 UUD 1945. “Pendapatan negara akan lebih tinggi dari pajak, royalti, dan dividen PTNNT,” ujar Lin Che Wei di Jakarta, pekan lalu.

Ia pun menghitung, dividen PTNNT hingga 2028 mencapai USD 6,9 miliar (asumsi 2010 dan 2011 sebesar USD 782,3 juta). Dari situ, Jatah pemerintah Pusat diperkirakan USD 485,3 juta. Dengan harga pembelian 7% saham PTNNT sebesar USD 246,8 juta, benefit and cost ratio Pemerintah Pusat atas pembelian saham itu mencapai 197%.

Belum lagi capital gain dari kenaikan harga saham, serta potensi penambahan cadangan emas dan tembaga. “Ini merupakan saat yang tepat bagi pemerintah, untuk membeli saham Newmont. DPR perlu segera memberi “lampu hijau” (restu) kepada Pemerintah Pusat, untuk menuntaskan pembelian saham 7% itu,” tandasnya seperti dipublikasikan “Katadata”.

Sebaliknya, jika 7% saham divestasi PTNNT tahun 2010 itu dilanjutkan dibeli MDB (tiga pemda di NTB + Grup Bakrie) maka kepemilikan negara atas total saham PTNNT hanya 7,75%. Maklum, sebagai penyandang dana, porsi Grup Bakrie atas kepemilikan di MDB mayoritas, yakni 75%.

Parahnya lagi, dengan kondisi keuangan Grup Bakrie saat ini, kalau toh mereka kembali menjadi rekanan di pemda di NTB, kemungkinan besar akan berutang lagi ke lembaga keuangan asing, untuk membayar harga 7% saham PTNNT seharga USD 246,8 juta itu.

Celakanya, yang dijadikan jaminan utang adalah saham yang didivestasikan. Seperti halnya 24% saham divestasi PTNNT tahun 2006 – 2009 yang sudah dieksekusi PT MDB. Dengan begitu, tujuan divestasi yakni kepemilikan nasional atas saham perusahaan tambang asing, tidak akan terwujud. (Abraham Lagaligo/abrahamlagaligo@gmail.com)