JAKARTA – Mimpi masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB) mendapatkan manfaat maksimal dari 24% saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) terancam pupus. Pasalnya, Grup Bakrie selaku rekanan tiga pemerintah daerah (pemda) di NTB dalam proses divestasi tersebut, sedang menghadapi problem keuangan yang berat. Bukan tidak mungkin 24% saham itu akhirnya disita Credit Suisse.

Seperti diketahui, dalam proses divestasi 24% saham PTNNT tahun 2006 – 2009, Pemda NTB, Sumbawa Barat, dan Sumbawa menggandeng PT Multicapital, yang merupakan anak usaha Grup Bakrie. Mereka kemudian tergabung dalam PT Multi Daerah Bersaing (MDB) yang dikonsolidasikan menjadi anak usaha PT Bumi Resources Minerals Tbk (BMRS).

Lewat BRMS, Grup Bakrie lantas menggadaikan 24% saham divestasi itu ke Credit Suisse AG (Singapura) untuk mendapat pinjaman USD 300 juta. Utang itu jatuh tempo pada 18 September 2013 senilai USD 360 juta. Utang itu dicicil menggunakan dividen 24% saham divestasi PTNNT, yang sejak 21 Januari 2010 sampai 17 Oktober 2012 jumlahnya mencapai USD 187,8 juta. Tersisa USD 172,2 juta.

Persoalannya, bukan cuma itu utang Grup Bakrie. Dari riset yang dilakukan “Katadata” terungkap, total utang 10 perusahaan yang terafiliasi dengan Bakrie & Brothers mencapai Rp 21,4 triliun (Rp 7,1 triliun jatuh tempo 2012) dan USD 5,7 miliar (USD 275 juta jatuh tempo 2012).

Tingginya beban utang ini, membuat harga saham-saham Grup Bakrie, termasuk saham Bumi Plc., Bumi Resources, dan Bakrie & Brothers merosot tajam di Bursa Efek Indonesia maupun Bursa London. Pada saat yang sama, harga batubara anjlok dibawah USD 100 per ton. Padahal batubara merupakan andalan Grup Bakrie, dalam meraup penghasilan lewat anak usahanya, PT Bumi Resources Tbk.

Pada Mei 2012, Credit Suisse Group meminta Bakrie Group membayar USD 100 juta, sebagai tambahan jaminan (top up) setelah nilai saham Bumi Plc yang dijadikan jaminan untuk pinjaman Bakrie, anjlok di Bursa London. Total utang Grup Bakrie ke Credit Suisse Group kini masih tersisa USD 440 juta.

Direktur Eksekutif Katadata, Metta Dharmasaputra mengungkapkan, potensi default (gagal bayar) perlu diwaspadai, mengingat 24% saham PTNNT yang telah dibeli PT MDB sudah digadaikan ke Credit Suisse. “Jika default, 24% saham PTNNT milik MDB akan disita dan beralih ke tangan kreditor asing, sehingga tujuan divestasi untuk mengembalikan kepemilikan Newmont ke pihak nasional tidak tercapai,” ujarnya pekan lalu.

Metta menambahkan, Bakrie & Brothers merupakan grup usaha yang sudah berkali-kali terancam default. Pada 2011 misalnya, Grup Bakrie nyaris gagal membayar sebagian dari total utangnya sebesar USD 1,35 miliar. Guna menutupi utang itu, Bakrie menjual separuh kepemilikan Bumi Resources ke PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk.

Sekedar mengingatkan,di era 1990-an Grup Bakrie sudah pernah mengalami gagal bayar, pasca membeli saham divestasi PT Freeport Indonesia. Pembelian itu menggunakan dana pinjaman lembaga keuangan yang terafiliasi dengan Freeport McMoran. Akibat Bakrie gagal bayar, saham yang sudah done menjadi milik nasional, jatuh kembali ke tangan Freeport. (Abraham Lagaligo/abrahamlagaligo@gmail.com)