JAKARTA – Menyongsong 2050, upaya dekarbonisasi terus berlanjut terutama untuk sektor transportasi dan industri yang sulit di dekarbonisasi dengan listrik secara langsung, hingga akhirnya Indonesia akan mencapai titik di mana seluruh sektor energi menjadi bebas karbon melalui penggunaan 100% energi terbarukan. Dekarbonisasi sistem energi diyakini berpotensi mengurangi biaya sistem tahunan sebesar 20% diibandingkan dengan sistem energi berbasis fosil.

Demi mencapai target yang ambisius tersebut, Indonesia membutuhkan investasi sebesar US$20-25
miliar per tahun mulai tahun ini hingga tahun 2030 dan akan meningkat menjadi US$60 miliar per tahun antara tahun 2030 hingga 2040. Mengingat kebutuhan investasi yang besar, pemerintah harus
berusaha menarik investasi dari sektor swasta dan individu. Oleh karena itu, perbaikan iklim investasi sangat penting dalam mewujudkan hal tersebut.

“Besarnya tantangan tidak boleh mengaburkan fakta bahwa dekarbonisasi yang menyeluruh akan
membawa manfaat dan peluang yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia,” kata Pamela Simamora, Koordinator Riset Institute for Essential Services Reforms (IESR), dalam acara diskusi Kamis(27/5).

Pamela mengatakan bahwa melakukan dekarbonisasi secara total akan menciptakan 3,2 juta pekerjaan baru yang berkelanjutan dan berkualitas, peningkatan kesehatan masyarakat (yang juga akan menurunkan biaya kesehatan yang substansial), dan pembentukan ekonomi modern, yang memungkinkan negara untuk
bersaing dalam pasar dunia yang berkembang dengan produk netral karbon.
Untuk merealisasikan hal tersebut perlu dukungan dan komitmen politik yang kuat dari pemerintah Indonesia. Pemerintah juga perlu menerapkan kebijakan dan regulasi yang tepat dan menghapus regulasi dan kebijakan yang dianggap sebagai penghalang investasi teknologi bersih di negara ini.

“Satu dekade mendatang dinilai akan menjadi penentu bagi upaya sekarbonisasi di Indonesia,” ujar Pamela.

Dia menyampaikan, untuk mulai menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), Indonesia perlu memasang sekitar 140 GW energi terbarukan pada 2030, dimana sekitar 80%-nya merupakan PLTS.

Selain itu, penjualan mobil listrik dan sepeda motor perlu ditingkatkan masing-masing menjadi 2,9 juta dan 94,5 juta pada tahun 2030.

Di sektor industri, pemenuhan kebutuhan panas industri menggunakan listrik perlu menjadi pilihan utama, diikuti oleh energi biomassa. Selain itu, hal terpenting lainnya, PT PLN (Persero) perlu menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara baru pada 2025.
Pada 2045, energi terbarukan memasok 100% listrik di Indonesia. Untuk pertama kalinya, sektor kelistrikan Indonesia menjadi bebas karbon.

PLTS akan menjadi penyumbang terbesar dalam pembangkit listrik dengan pangsa 88%, diikuti oleh tenaga air sebesar 6%, panas bumi sebesar 5%, dan energi terbarukan lainnya sebesar 1%. Teknologi penyimpanan energi, terutama baterai, berperan besar dalam mengatasi masalah intermitten. Sementara itu, bahan bakar sintetik, hidrogen, dan pemanas listrik akan lebih berperan dalam dekarbonisasi sektor transportasi dan industri.

Agar dapat mengandalkan energi terbarukan sebagai tulang punggung sistem energi di Indonesia maka penting untuk membangun integrasi jaringan listrik di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan pulau-pulau lain. Kebutuhan ini akan meningkat mulai 2030 hingga seterusnya.

“Model IESR menunjukkan bahwa pada tahun 2050, kapasitas transmisi listrik sebesar 158 GW diperlukan untuk menghubungkan nusantara dari barat sampai timur,” kata Pamela.(RA)