JAKARTA – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) memastikan ketersediaan psokan gas untuk memenuhi kebutuhan industri smelter yang bakal makin banyak dibangun di luar pulau Jawa. Untuk itu tidak perlu dilakukan impor gas.

Dwi Soetjipto, Kepala SKK Migas, menegaskan selain pasokan yang tersedia harga gas kata dia juga seharusnya jadi pertimbangan industri. Jika diimpor tentu harganya akan berbeda dengan gas yang sudah tersedia di dalam negeri.

“Peluang smelter tercukupi gas, nggak akan kekurangan,” ujar Dwi ditemui di Bandung beberapa hari lalu.

Menurut dia banyak moda transportasi gas yang bisa menjadi pilihan untuk mengangkut gas, seperti menggunakan Iso Tank. Untuk itu harganya diyakini masih lebih baik ketimbang harus impor.

“Kalau memang ada market kita ambil dulu, kita yang desain gimana memenuhi market. Dia butuh energi, apakah dengan batu bara minyak gas nanti dihitung. Bahwa dia nanti LNG, gas pipa, CNG tinggal masalah itung2an kalkulasi mana yang paling murah,” ungkap Dwi.

Ketersediaan pasokan juga terjamin. Menurut Dwi beberapa proyek gas saat ini tengah dikerjakan. Misalnya proyek Jambaran Tiung Biru (JTB), serta temuan cadangan gas di wilayah Andaman. Belum lagi ada proyek Masela yang menurut kalkulasi SKK Migas umur platonya bisa bertahan hingga 20 tahun.

“Abadi masela plato 20 ahun lebih. Kalau bangun smelter jangan khawatir gasnya,” kata Dwi.

Salah satu industri yang sangat membutuhkan gas adalah PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Vale saat ini tengah mempersiapkan dua pengembang ftan blok Nikel masing-masing di Bahadopi, Sulawesi Tengah dan proyek blok nikel Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Kedua proyek tersebut rencananya ditargetkan akan rendah emisi tanpa menggunakan batu bara dan menggunakan gas untuk memenuhi kebutuhan energi. Hanya saja hingga kini Vale belum mendapatkan kepastian pasokan gas yang dibutuhkan.